Sabtu, 03 April 2010

Membantu disleksia dengan homeopati, terapi visi, cahaya syntonic microcurrent terapi dan stimulasi

Perilaku dan masalah-masalah perkembangan pada anak-anak adalah masalah-masalah sosiologis luas di Amerika Serikat saat ini. Ketidakmampuan belajar, intelektual keterbelakangan, disleksia, attention deficit / hyperactivity disorder (ADHD), autisme, dan kecenderungan untuk kekerasan pada akhirnya didiagnosis pada 3% dari semua anak yang lahir di Amerika Serikat.

Disleksia

Apa penyebab Disleksia?
Hal pertama yang perlu dikatakan adalah bahwa disleksia tidak dibawa oleh orangtua miskin. Sulit untuk percaya bahwa baru-baru ini sebagai tahun 1960-an ahli merasa bahwa orangtua miskin bertanggung jawab atas disleksia, autisme dan bentuk-bentuk gangguan belajar.

Philip J. Landrigan, seorang dokter anak yang kursi Department of Community dan Preventif Medicine di Gunung Sinai Medical Center di New York mengatakan bukti mount bahwa gangguan ini mungkin berhubungan dengan paparan bahan kimia di dalam lingkungan.

Disleksia dan gangguan belajar lainnya telah dikaitkan dengan imunisasi. Peningkatan ini berkorelasi dengan waktu bahwa dunia mulai pemberian vaksin kepada anak-anak di tahun enam puluhan. Dalam buku yang terkait masalah kesehatan untuk imunisasi, DPT: A Shot in the Dark, Coulter dan Fisher, penulis, memperkirakan bahwa 12.000 hingga 15.000 kasus parah kerusakan neurologis disebabkan oleh vaksin anak setiap tahun Coulter pergi ke situs berikut: "Satu anak dalam lima atau enam yang terpengaruh, sampai taraf tertentu, oleh vaksinasi ... sekitar 20 persen dari populasi!

Sedangkan memimpin telah lama dikenal sebagai racun saraf yang potensial, hanya selama 20 tahun terakhir bahwa eksposur tingkat rendah telah dikaitkan dengan defisit pada anak-anak. Dalam sebuah studi penting pertama dan kedua kelas anak-anak sekolah dari kota Chelsea dan Somerville, Massachusetts, diterbitkan dalam edisi 29 Maret 1979 dari the New England Journal of Medicine, Needleman menemukan bahwa perilaku seperti distractibility, penurunan ketekunan, ketergantungan, dan melamun secara signifikan berkorelasi dengan peningkatan kadar timah hitam di gigi anak. Temuan ini berkontribusi pada hipotesis yang lebih baru, bahwa dalam beberapa kasus mengarah mungkin memainkan peran dalam pengembangan disleksia

Faktor warisan
Jelas bahwa disleksia sangat sering ditemukan dalam keluarga, dan sering disertai dengan kidal di suatu tempat dalam keluarga. Ini tidak berarti mengatakan bahwa orangtua yang menderita disleksia akan secara otomatis memiliki anak yang menderita disleksia, atau bahwa seorang anak kidal, maka mungkin akan menderita disleksia. Tapi di mana disleksia diidentifikasi, antara ketiga dan setengah anak-anak memiliki kesulitan belajar sejarah dalam keluarga mereka, dan lebih dari setengah punya anggota keluarga yang kidal.

Masalah pendengaran pada usia dini.
Jika seorang anak sering menderita pilek dan infeksi tenggorokan dalam lima tahun pertama, telinga dapat diblokir dari waktu ke waktu sehingga mengalami gangguan pendengaran. Orangtua dapat dengan mudah tidak menyadari hal ini sampai seorang dokter benar-benar melihat ke telinga anak. Kondisi ini kadang-kadang dikenal sebagai 'lem telinga' atau 'gangguan pendengaran konduktif'. Jika kesulitan tidak melihat pada tahap awal, maka otak berkembang tidak membuat link antara mendengar suara itu.
Ini pembelajaran awal suara dan kata-kata ini penting bagi anak mengembangkan kemampuan untuk menangani bahasa dan teks. Jika seorang anak tidak dapat mendengar dengan jelas, itu tidak akan mampu mendengar perbedaan antara kata-kata seperti 'pin' dan 'tipis', atau 'penggemar' dan 'van'. Kurangnya pendengaran jelas juga akan menunda kesadaran fonemik anak - kemampuan untuk mendengar kata-kata yang terdiri dari suara yang lebih kecil dan suku kata, seperti 'kucing', atau 'di-ter-est-ing'.

Membantu disleksia dengan homeopati, terapi visi, syntonic microcurrent terapi cahaya dan stimulasi.

Dewan bersertifikat sebagai dokter mata dan dokter homeopati, saya telah tertarik pada alternatif terapi untuk perawatan disleksia. Pada Menyembuhkan Eye Center kami menggunakan berbagai metode yang bebas narkoba dan memperkuat sistem visual, pikiran dan tubuh.
Disleksia adalah ketidakmampuan belajar dari pengolahan normal informasi. Orang dengan kelainan ini mengalami kesulitan dengan bahasa tertulis, khususnya membaca dan ejaan. Ada bukti bahwa hasil disleksia dari bagaimana proses otak tertulis dan / atau bahasa lisan. Karena sistem visual memberikan kontribusi hampir 80% dari informasi ke sistem saraf kita, fokus saya telah pengobatan pada fungsi sistem visual. Dengan meningkatkan efisiensi sistem visual banyak cacat dari disleksia dapat dikurangi atau dihilangkan.

Homeopati
Homeopati adalah metode ilmiah terapi didasarkan pada prinsip tubuh merangsang proses penyembuhan sendiri untuk mencapai kesembuhan. Sistem dasar disusun dan diverifikasi oleh Samuel Hahnemann, seorang dokter Jerman, hampir 200 tahun yang lalu. Homeopati itu tingkat keberhasilan luar biasa baik dalam penyakit kronis dan akut telah menghasilkan tidak hanya berdiri dalam ujian waktu, tetapi juga dengan cepat mencapai penerimaan luas di Eropa, India dan Amerika Selatan.


Dalam Homeopati ( "homeo-" berarti "mirip"), masing-masing dari kita adalah individu yang total dan lengkap, tidak ada aspek yang dapat dipisahkan dari yang lain. Agar efektif, setiap terapi yang valid harus didasarkan pada pemahaman yang mendalam dan menghormati keunikan setiap individu. Dalam setiap pasien Homeopati dievaluasi secara keseluruhan orang-mental, emosional dan fisik. Resep obat yang didasarkan pada pola-pola unik yang ditemukan pada semua tiga tingkatan. Ini berarti bahwa setiap orang diberi obat yang akan merangsang-nya tubuh tertentu untuk menyembuhkan. Sepuluh orang dengan disleksia mungkin menerima sepuluh obat homeopati yang berbeda.
Maria Chivers, Penulis Disleksia Dan Alternatif Terapi, menyatakan bahwa "Homeopati membantu tubuh untuk mengatasi penyakit dengan merangsang pertahanan alami proses dari dalam"

Visi terapi
Banyak dari gejala-gejala yang yang umumnya terkait dengan disleksia juga dapat merupakan hasil dari masalah penglihatan. Visi alamat terapi masalah yang disebabkan dari kelemahan otot mata dan masalah lain, melalui serangkaian latihan dan membangun keterampilan sesi, atau dengan perangkat fisik seperti lensa khusus.
Ada beberapa keterampilan visual dasar yang penting untuk membaca. Yang pertama adalah kegiatan atau kemampuan untuk mengikuti target yang bergerak. Ketika membaca, kita perlu mengikuti dan melacak kata-kata secara berurutan. Pengejaran miskin mengakibatkan kehilangan tempat dan melompat maju dan mundur saat membaca. Saccadic keterampilan lain adalah gerakan. Ini adalah kemampuan untuk mengubah fiksasi. Ketika datang ke akhir kalimat perlu untuk mengubah fiksasi ke baris berikutnya. Dua contoh umum masalah yang dapat diatasi dengan terapi visi melacak atau masalah konvergensi. Pelacakan 'berarti bahwa seseorang tidak dapat menggunakan mata mereka untuk memindai teks dari kiri-ke-kanan. 'Konvergensi' atau 'bekerja sama' berarti bahwa kedua mata tidak bekerja sama dengan baik, sehingga orang dapat melihat ganda, atau mungkin kurang visi teropong. Ada senam mata khusus untuk mengembangkan keterampilan ini untuk membantu mata bekerja lebih baik dan lebih efisien.

Syntonic terapi cahaya.
Sistem otonom memiliki dua bagian, simpatik dan parasimpatik. Simpatik bertanggung jawab untuk kelangsungan hidup atau "melawan atau lari", dan parasimpatik bertanggung jawab untuk menopang kehidupan tubuh, seperti pencernaan dan penyembuhan penyakit. Ketika Anda sedang melarikan diri dari beruang grizzly, tubuh Anda tidak peduli mencerna makanan Anda! Stres - ya kita mendengar kata itu - STRES jelas memberikan kontribusi terhadap penyakit dan stres dapat juga menjadi bahan bakar yang mendukung penyembuhan penyakit dan mencegah. Mekanisme stres berlebihan dapat merangsang sistem saraf simpatik dan parasimpatik menekan. Ketika sistem parasimpatik ditekan, tubuh memiliki waktu yang sulit untuk menyembuhkan penyakit. Penyembuhan tidak akan terjadi kecuali ada keseimbangan dalam sistem otonom. Terapi warna dapat membantu. Spektrum merah telah didokumentasikan untuk merangsang sistem simpatik. Tidak, kami tidak ingin hal ini karena sebagian besar hidup kita menangani ini dengan sangat baik! Warna merah dikaitkan dengan marah dan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah meningkat. Biru, di sisi lain, akan bersantai sistem simpatik dan merangsang parasimpatik. Ini adalah langkah pertama menuju penyembuhan penyakit. Pikirkan tentang cara bersantai air laut biru dan langit biru dapat! A liburan ke pantai bisa sangat menyembuhkan.
Dalam disleksia, bidang visual atau bidang penglihatan perifer sering berkurang. Hal ini membuat membaca dan kegiatan dekat yang lain sangat sulit. Bayangkan mencoba membaca melihat melalui lubang kecil inci! Terapi cahaya dapat membantu untuk mengembangkan bidang visual dan membuka penglihatan tepi.

Microcurrent
Microcurrent telah digunakan selama 15 tahun untuk membantu memperbaiki penglihatan. Mekanisme ini dirasakan menjadi tiga kali lipat; meningkatkan peredaran darah ke mata, merangsang fungsi sel-sel retina, dan mungkin dalam regenerasi sel. Efek dari 10-500 ampli mikro di tingkat sel telah didokumentasikan oleh Dr Cheng untuk meningkatkan produksi ATP oleh 500%, meningkatkan sintesis protein 70% dan meningkatkan sel transportasi sebesar 40%.

Sebuah teknik baru, yang disebut Frekuensi Khusus Microcurrent (FSM) telah menghasilkan perbaikan dramatis dalam pengobatan berbagai gangguan mata. Akar Frekuensi Spesifik Microcurrent (FSM) tanggal kembali ke awal 1900-an Dr Albert Abrams, yang merupakan dokter pertama untuk menggunakan instrumen dikalibrasi mampu mendeteksi radiasi dari jaringan hidup. Dr Abrams menyimpulkan bahwa semua materi memancarkan energi elektromagnetik dan karakteristik dari radiasi bergantung pada struktur molekul yang unik.
FSM modern memanfaatkan ratusan frekuensi dalam kisaran ,01-999 Hz dengan intensitas yang berbeda-beda 20-600 mikro amp.

Dalam perawatan disleksia, berbagai frekuensi yang digunakan untuk menyeimbangkan sistem saraf otonom, merangsang aktivitas sistem visual dan pusat belajar.

Optimalisasi Kerja Otak

DALAM PROSES PEMBELAJARAN SISWA CERDAS ISTIMEWA

dr Siti Aminah Soepalarto, SpS(K)
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf, Subdivisi Saraf Anak RSHS/FK UNPAD Bandung

Gifted (cerdas istimewa) saat ini makin banyak kita dengar dan ada anggapan bahwa anak ini mempunyai prestasi yang hebat. Sering pula kita mendengar ajakan agar menstimulasi otak anak supaya menjadi cerdas seperti anak cerdas istimewa (van Tiel). Secara konvensional, anak berbakat / cerdas istimewa adalah anak yang mempunyai IQ tinggi dan prestasi menonjol disekolah. Jarang ada yang menjelaskan dari sisi sulitnya, tumbuh kembangnya dan personalitas anak tersebut.

Keberbakatan (giftesness) adalah suatu potensi bawaan yang disetiap orang mempunyai bentuk yang berbeda satu dengan lainnya. Umumnya mempunyai potensi kuat diberbagai bidang (van Tiel). Anak ini mempunyai dorongan dari dalam dirinya untuk selalu mencari tahu.
Prestasi belajarnya tidak selalu optimal, bahkan sering kali bermasalah, hal ini disebabkan adanya kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Cara belajar anak berbakat (cerdas istimewa) adalah melalui proses penglihatan (visual learner), proses berpikirnya berupa gambar. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menterjemahkan gambar menjadi kata (Silverman 2002).

Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana proses pembelajaran pada anak cerdas istimewa dilihat dari aspek neurologis.

DEFINISI
Banyak kepustakaan yang mendifinisikan tentang ‘Gifted’ (berbakat), akan tetapi hal ini akan sangat membingungkan. Terkadang orangtua, guru dan konselor menjadi sulit berkomunikasi, karena masing-masing dengan definisi yang berbeda.

Keberbakatan yang berdasarkan sekolah biasanya melihat kemampuan relative. Anak diidentifikasikan berdasarkan penampilannya membandingkan dengan teman sekelasnya. Anak dengan ranking 5-10% ditingkat atas memerlukan kurikulum yang lebih menantang dibandingkan dengan kurikulum regular. Definisi keberbakatan secara ini akan membingungkan orangtua, karena anak yang berbakat, ternyata disekolah lain dinyatakan tidak berbakat.

Hollingworth mendefinisikan keberbakatan sebagai potensi anak yang harus digali sehingga saat dewasa akan lebih berkembang.

Linda Silverman menambahkan bahwa pada anak berbakat didapatkan perkembangan yang tidak sinkron. Jadi tidak hanya IQ dan kemampuan, tapi juga emosi dan hipersensitifitas.

Perkembangan yang tidak sinkron dimaksud adalah perkembangan intelektual, fisik dan emosi tidak berjalan dengan kecepatan yang sama. Kemampuan intelektual selalu berkembang lebih cepat.

Dengan adanya perkembangan yang tidak sinkron ini diperlukan modifikasi dalam hal pengasuhan baik oleh orangtua, guru maupun konselor agar anak dapat berkembang optimal.

KLASIFIKASI

Keberbakatan sangatlah kompleks, bukan hanya ditentukan oleh Nilai IQ-nya saja, akan tetapi merupakan faktor multidimensi dan dinamis (van Tiel).

Carpenter (2001) & Lyth (2003), Membagi anak berbakat atas: (I). Ringan (mild) IQ = 115-129; (II). Sedang (moderate) IQ = 130-144; (III). Tinggi (high) IQ = 145-159; (IV). Kekecualian (exceptional ) IQ = 160-179; (V). Amat sangat (Profound) IQ = 180 +.

IQ normal berkisar antara 85-115, dengan normal absolute 100. Makin besar jaraknya dari nilai normal, makin membutuhkan modifikasi sarana pendidikan.

Terdapat 3 kelompok anak berbakat:

  • Berbakat global: yaitu anak berbakat pada semua atau hampir semua area; biasanya matematika dan verbal;
  • Berbakat matematika: anak dengan kemampuan matematika yang tinggi. Anak ini akan baik dibidang spasial, sebab2 nonverbal, daya ingat;
  • Berbakat verbal: anak dengan kemampuan bahasa yang kuat. Anak ini mampu berbahasa yang lebih bila dibandingkan dengan anak seusianya. Penampilan verbalnya lebih baik.

Umumnya pada anak berbakat, prestasi belajarnya juga tinggi. Tapi dapat pula ditemukan anak berbakat yang prestasinyanya tidak optimal bahkan sering kali bermasalah. Prestasi yang kurang ini sering dianggap karena faktor motivasi dan psikologis. Anak sering dianggap malas dan tidak bersungguh sungguh, dan sering kali orangtua disalahkan karena tidak menerapkan disiplin. Banyak penelitian menyebutkan, diantara anak berbakat tidak berprestasi karena mengalami kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Anak berbakat dapat pula mengalami gangguan belajar. Kelompok ini dibagi atas 3 subgroups yaitu:

  • Anak telah teridentifikasi sebagai berbakat tapi kesulitan disekolah. Anak ini pencapaiannya dibawah kemampuannya, kadang adanya kesulitan belajar tidak terdiagnosa, sampai sekolah memberikan tambahan stimulus, sehingga kesulitan dibidang akademik terlihat dia berada dibawah kemampuan seusianya;
  • Anak dengan kesulitan belajar yang berat, sehingga adanya kemampuan bakat tidak pernah dikenali. Baum 1985 menemukan 33% anak dengan kesulitan belajar mempunyai kemampuan intelektual yang superior. Anak2 ini tidak pernah mendapatkan program untuk anak berbakat;
  • Anak dengan kemampuan dan kesulitan belajar yang saling menutupi secara tumpang tindih. Anak ini berada dikelas regular, dan kemampuannya pada tingkat rata-rata (Brody 1997).

Anak berbakat, walau dengan atau tanpa berada dikelas akselerasi, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang. Mereka termotivasi secara internal. Dengan adanya minat /ketertarikan dan kesempatan, anak akan termotivasi. Jadi bila anak tertarik akan sesuatu dan terdapat kesempatan atau tantangan yang sesuai, maka dia akan dapat berprestasi (Brody 1997).

CIRI-CIRI BAKAT BAWAAN ANAK CERDAS ISTIMEWA

Bakat kognitif: sangat memperhatikan; penuh keingin tahuan; sangat tertarik; atensinya panjang, kemampuan untuk mengetahui alasan (reasoning) sangat baik; perkembangan tentang abstraksi, konseptual dan sintemasis baik; dengan mudah dan cepat dapat melihat adanya hubungan antara ide, objek dan fakta; proses berpikirnya cepat dan fleksibel. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah (problem solving) nya sangat baik; belajarnya cepat, dengan sedikit praktek dan pengulangan.

Bakat sosial dan emosional: tertarik dengan hal-hal philosofi dan sosial; sangat sensitive dan emosional; sangat memperhatikan kejujuran dan keadilan; perfeksionis; energic; rasa humornya berkembang baik; umumnya termotivasi dari dalam dirinya sendiri; hubungan baik dengan orangtua, guru dan orang dewasa lain.

Bakat bahasa: perbendaharaan katanya sangat banyak; dapat membaca pada usia sangat dini, membacanya cepat dan sangat luas; sering bertanya tentang “bagaimana kalau”.

Bakat yang lain: senang mempelajari sesuatu yang baru; menyenangi aktifitas intelektual; malakukan permainan intelektual; lebih memilih buku bacaan untuk anak yang lebih besar; skeptis, kritis dan penuh evaluative, perkembangannya asinkron (Bainbridge).

Menurut Bainbridge, anak berbakat sudah dapat terlihat sejak masak kanak, dimana anak menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Pada usia dini tidak nyaman menghadapi hal yang sama (rutin) dengan waktu yang lama;
    Sangat siaga (alert);
  • Tidurnya sedikit;
  • Tahapan tumbuh kembang untuk berjalan dan mengucapkan satu kata lebih cepat disbanding anak seusia;
  • Dapat ditemukan keterlambatan bicara, tapi kemudian bicara dengan kalimat penuh;
  • Mempunyai keinginan kuat untuk eksplorasi, investigasi, lingkungan;
  • Sangat aktif dan bertujuan;
  • Dapat membedakan antara fantasi dan realitas.

PROSES BELAJAR PADA ANAK CERDAS ISTIMEWA

A. Dengan ditemukannya MRI kepala fungsional; dapat diketahui bagaimana proses berpikir pada anak cerdas istimewa.

Aktifitas otak yang ditimbulkannya menyeluruh, terencana dan kompeks dan memerlukan koordinasi yang beragam dari visual (penglihatan), spatial (ruang), verbal (tutur kata) dan daerah sensorik diotak. Jadi merupakan pengorganisir yang baik dari informasi multimodal (beragam). Jarang yang hanya berpikir dengan satu jenis rangsangan. Sehingga pada anak in diperlukan aspek edukasi yang terorganisir.
Pada anak ini juga terdapat peningkatan aktifasi sensorik dan kesiagaan. Pada dasarnya otak anak cerdas istimewa adalah hipersensitif, dan akan bertambah dengan latihan. Hal ini bukan hanya terjadi saat pemahaman awal, tapi juga saat melakukan pengumpulan kembali (rekoleksi). Karena impresi pemahaman awal berhubungan dengan proses pengumpulan impresi berikutnya; maka otak anak ini juga ditandai dengan adanya peningkatan efisiensi dan kapasitas memori.

Daya ingat tersebut tidak hanya untuk sesuatu yang jelas dan enduring memory, tapi juga ditandai dengan multimodal, melibatkan beberapa daerah memori misalnya asosiasi personal, modalitas sensorik yang beragam misalnya warna, suara, bau, gambar visual, verbal dan impresi yang dialami. Multimodalitas ini menunjukan pada anak cerdas istimewa akan membuat hubungan2 saraf yang tidak biasanya terjadi. Seringkali mereka mempunyai kemampuan special untuk berpikir secara asosiasi/menghubungkan (termasuk analogy dan metafora), dalam analisa dan keterampilan yang terorganisir.

Dengan adanya karakteristik otak yang special tersebut, anak cerdas istimewa menyenangi sensasi yang jelas, ingatan yang tidak biasa (extraordinary), senang mempelajari ilmu pengetahuan, mengadakan asosiasi yang beragam, kemampuan analitiknya lebih besar. Tapi karakteristik ini dapat menimbulkan efek lain yaitu kebenyakan input sensorik, emosional dan memori, hipersensitivitas sensorik,disorganisasi personal, cepat teralih dengan rangsang sensorik, proses yang terlambat karena banyaknya pilihan (option) dan kelelahan mental.

Untuk menjaga keseimbangan tersebut diperlukan kerjasama antara otak bagian depan kanan dan kiri; dimana otak kiri berfungsi sebagai pusat perencana gerak (menentukan tujuan prioritas, cara bekerja secara detail, strategi yang digunakan) dan otak kanan sebagai pusat kreatifitas (mengkombinasikan ide, sensasi, imaginasi, membuat pendekatan alternative). Kunci untuk dapat berpikir secara optimal adalah dengan mempertahankan komunikasi yang produktif dan kerjasama antara kedua otak. Keterampilanyang kelihatannya analitik, misalnya matematika, ternyata juga memerlukan imajinasi, berpikir asosiasi; sementara itu keterampilan yang tampaknya abstrak dan kreatif memerlukan perencanaan yang detail (Eide).

B. Beberapa anak berbakat, belajar secara efektif melalui proses non-auditory (bukan dengan proses pendengaran).

Karena anak ini sulit untuk belajar secara efektif dalam ruang kelas tradisional, sehingga penampilannya berada dibawah anak seusianya. Walaupun demikian, dengan sifat keberbakatannya, secara intrinsic mereka menyadari kekurangannya dalam pencapaian prestasi. Mereka mogok sekolah dan seringkali menjadi perusak dikelas atau dirumah menunjukan karakteristik anak berbakat dengan kesulitan belajar. Frustasi, konflik dari dalam, rasa bosan, sulit menemukan teman bermain yang sesuai, kepercayaan diri kurang (Pittelkow).

Anak ini disebut mengalami deficit proses pendengaran sentral (Central Auditory Processing Deficit, CAPD). Proses pendengaran sentral adalah keadaan dimana anak mengerjakan sesuai dengan suara yang didengar. Untuk itu anak harus mempunyai kemampuan untuk mendengar suara secara normal. Jadi harus dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa pendengarannya normal (Pittelkow).

Untuk suatu proses pendengaran sentral yang baik dibutuhkan:

  • Kemampuan untuk melokalisir dan menentukan arah suara;
  • Diskriminasi auditory, yaitu kemampuan untuk mengenal perbedaan antara beberapa suara yang berbeda;
  • Pengenalan pola auditory, yaitu kemampuan untuk mengenal pola suara misalnya silabel dan kata dengan multi silabel;
  • Pendengaran berdasarkan pola waktu; yaitu kemampuan untuk mengenali serangkaian suara secara berurutan berdasarkan waktu;
  • Kemampuan auditory untuk mengenali signal akustik yang bergradasi; misalnya bicaranya lembut, volume rendah;
  • Kemampuan auditory untuk mengenali kompetisi signal akustik; yaitu kemampuan untuk mendengar seseorang bicara ditempat keramaian.

Anak dengan CAPD akan menunjukan gejala ketidak ikut sertaan dalam diskusi dikelas atau tidak sesuai; kelihatan menarik diri, seolah tak mendengar, tidak memperhatikan dikelas dan mempunyai kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap presentasi yang memerlukan pendengaran, cepat teralih, bekerja baik dikelas yang terorganisir baik, kesulitan dalam mengikuti suruhan verbal yang kompleksdan melokalisir suara (Pittelkow).

Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya nilai kemampuan IQ verbal yang lebih rendah disbanding performance; kemampuan membaca dan mengejanya buruk, kurang trampil dalam hal motorik kasar dan halus, kemampuan menyanyi dan bermain music buruk, ada riwayat sakit telinga tengah; kemungkinan ada riwayat yang sama pada anggota keluarga (Pittelkow)

Karena pada anak berbakat (cerdas istimewa) biasanya terbentuk strategi belajar sendiri atau menggunakan pengetahuan yang sudah ada untuk menutupi kekurangannya, mereka tidak selalu menunjukan gejala tipikal CAPD. Kekurangan tersebut baru terlihat bila mereka harus berhadapan dengan situasi yang baru, dimana belum terbentuk strategi alternative.

Didalam kelas, anak cerdas istimewa yang mengalami CAPD hampir selalu menggunakan visual clues (patokan-patokan visual) untuk menyelesaikan tugas. Seringkali mereka sudah mengerti apa yang diterangkan guru, karena mereka telah belajar sendiri dirumah menggunakan computer, televise atau buku bacaan, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dikelas. Dia dapat menebak apa yang diinginkan guru dari apa yang didengar dan yang dilihat. Atau sebaliknya anak tidak berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan atau disruptif. (Pittelkow).

C. Cara belajar anak berbakat adalah melalui proses penglihatan (visual learner), proses berpikirnya berupa gambar dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menerjemahkan gambar menjadi kata kata (Silverman 2002). Dapat disertai dengan adanya kelemahan dalam proses berurutan (sequential), pemanggilan kata, dan kesulitan dalam pekerjaan yang memerlukan keberuntunan misalnya membaca, mengeja, berhitung, menulis, mengorganisir (Silverman 2002).

Dapat membaca pada usia dini dan berpikir secara abstrak.

Mereka melihat secara 3 dimensi, sehingga dapat melihat objek dari berbagai perspektif. Mereka unggul dalam hal puzzles, membaca peta, konstruksi, seni, ilmu pengetahuan, music, mesin, computer, pemecahan masalah, kreatifitas dan empati. Kemampuan ini sesuai dengan jaman tehnologi, dan akan meningkatkan kesempatan bekerja pada usia dewasa. Tapi mereka tidak sesuai dengan tuntutan disekolah yang pola pengajarannya terfokus pada kemampuan otak kiri, keterampilan yang berurutan. Walau sudah ada perubahan dengan pola pengajaran disekolah, anak dengan pola pembelajaran visual tetap kurang berprestasi (Silvester 2002).

Terdapat beberapa penyebab mengapa anak berbakat tidak optimal berprestasi yaitu disfungsi integrasi sensorimotor, gangguan dalam memproses pendengaran sentral, kesulitan memproses visual, gangguan atensi (perhatian) dan hiperaktif, disleksia. Kebanyakan kelainan ini berpengaruh terhadap otak kanan, proses berurutan, dan meningkatkan kesempatan anak untuk menjadi otak kanan, dengan proses pembelajaran visual (Silvester 2002).

Dapat pula pada anak tersebut terdapat gangguan dengar yang terjadi pada usia 1 tahun, atau kesulitan pada saat dilahirkan sehingga akan mempengaruhi perencanaan gerak motorik halus, yang dibutuhkan untuk kelancaran gerak, kecepatan dan kenyamanan pada saat menulis (Silvester 2002); ini dapat diatasi dengan memberi kesempatan pada anak untuk menulis dengan menggunakan keyboard.

Sering kali ditemukan adanya keterlambatan motorik yang terjadi pada usia dini. Hal ini harus dikenali karena harus dikoreksi sebelum usia 8 tahun, dimana ini periode emas untuk memperbaiki disfungsi sensori motor. Sering kali karena melihat adanya keunggulan pada area kemampuan yang lain, guru dan dokter anak bersikap menunggu dan mengharapkan keterlambatan motorik tersebut akan membaik dan dapat mengejar keterlambatannya (Silvester 2002). Jadi harus dilihat adanya gerakan yang canggung, mengganti ganti tangan pada saat beraktifitas, tidak mampu menggerakan tangan menyilang garis tengah, kesulitan dalam menulis dan menggambar (Silvester 2002).

Infeksi telinga yang berulang akan berefek pada pendengaran frekuensi tinggi, yang berperan dalam mengatur proses bicara dan motorik halus untuk keberuntunan pada saat menulis. Frekuensi yang tinggi ini diproses di otak kiri, sedangkan frekuensi rendah diproses di otak kanan; sehingga adanya gangguan yang terjadi pada periode kritis belajar menyebabkan otak kiri kurang dirangsang dan kurang berkembang. Frekuensi tinggi ini berperan pada proses berurutan dan bahasa; itulah sebabnya gangguan disini akan menyebabkan kesulitan dalam menulis, yang banyak memerlukan keberuntunan (dari huruf – kata – kalimat – paragraph – laporan- ceritera - essay. Itulah sebabnya anak dengan visual learner tidak suka menulis (Silvester 2002). Doreen Kimura (1993) menemukan bahwa fungsi otak kiri juga banyak berhubungan dengan gerakan tertentu dari tangan dan dalam mengontrol otot mulut (oral) dan tangan. Pada perkembangan berikutnya dengan berkembangnya kemampuan manipulasi ketangkasan tangan, ini merupakan dasar yang berguna untuk membangun sistim komunikasi ; pertama tama dengan gesture (gerakan tubuh) dan menggunakan tangan kanan, kemudian menggunakan otot-otot untuk bicara (vocal), dengan demikian otak kiri ini berperan mengontrol sistim motorik yang berhubungan dengan ekspresi linguistic (bahasa) baik itu bicara maupun menulis (Springer & Deutch 1998).

Pada visual –spasial learner, tangan kanan yang banyak digunakan untuk menulis yang diatur oleh otak kiri lebih lemah dibanding otak kanan yang mengatur hal yang tidak berurutan (non sekuensial).
Pada anak yang sangat berbakat, pengaruh bahasa dan bicara tidak begitu terlihat karena ia dapat menggunakan sebab-sebab yang abstrak untuk menebak kata yang tidak jelas didengarnya. Tapi karena hanya sedikit korelasi antara kepandaian umum dan menulis tangan atau mengeja, kemampuan abstraksi ini tidak banyak menolong. Sehingga anak berbakat yang sering mendapat infeksi telinga pada usia 1 tahun, perkembangan bahasanya sering tepat waktu, tapi mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan menulis (Silvester 2002).

Proses menulis itu sendiri terdiri dari beberapa kemampuan yang saling berhubungan yaitu; memformulasikan gagasan, merubah gagasan menjadi sekumpulan kata, membuat menarik, menggunakan bahasa untuk mengekspresikan gagasan, membuat pikirannya cukup komunikatif dengan pembaca, ejaan, tata bahasa, pemisahan antar kata, penempatan huruf besar, pemilihan kata yang tepat, struktur kalimat, menulis (Silvester 2002).

Untuk visual learner hanya memformulasikan gagasan yang mudah dilakukannya, gagasan-nya cemerlang, sesuatu yang baru, ceritera yang menarik, memecahkan masalah. Tapi mengalami kesulitan dalam melakukan proses menulis yang selanjutnya, mereka kesulitan untuk merubah gagasan menjadi kata, tidak mau menulis, sehingga gagasan-nya yang banyak dan cemerlang tetap tertahan tidak tersekspresikan (Silvester 2002).

Mengorganisir pikiran kedalam bentuk yang komunikatif juga merupakan suatu proses yang berurutan.
Gambar adalah suatu kesatuan yang utuh, dan bukan suatu yang berurutan. Pada visual learner seluruh gagasan sama pentingnya dan seluruh detail pada gambar adalah saling berhubungan, jadi sulit untuk mengekspresikan gagasan-nya. Selain itu harus juga diperhatikan ejaan, tata bahasa, penggunaan kata, struktur kalimat, pemisahan kata, huruf besar, yang kesemua ini tidak ada hubungannya dengan gambar. Selain itu juga harus menulis tangan, yang sulit dikerjakan walaupun anak dapat menggambar detail dengan baik, karena gerakan motorik halus yang berurutan untuk menulis tidak dapat dikerjakan secara otomatis dan digunakan sebagai alat untuk belajar dan berekspresi (Silvester 2002).

Menulisnya buruk, ada yang menyebutnya disgrafia/ gangguan menulis (pedagogi), disfungsi integrasi sensori motor (okupasi terapi), gangguan visual motor, gangguan perkembangan koordinasi (psikolog), gangguan menulis. Ini bisa diatasi dengan menggunakan keyboard dan memperkenalkan computer sedini mungkin, dengan demikian akan merangsang kedua belahan otak (otak kanan & otak kiri) dan akan mengurangi kelemahan yang terjadi pada otak kiri.

Pembatasan waktu yang diberikan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan membuat visual learner panic dan tidak dapat berpikir. Mereka tidak dapat megeluarkan pengetahuannya dan tidak dapat menemukan kata-kata. Mereka membutuhkan lingkungan belajar yang lebih nyaman, tidak ada tekanan.
Pada anak yang banyak diam saat ulangan, kelihatannya berpikir lambat, selalu terahir dalam menyelesaikan tugas menulis, tulisannya lambat dan jelek, anak tersebut harus dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada anak yang kelihatannya memproses sesuatu dengan lambat akan memerlukan lingkungan kelas yang tidak ada pembatasan waktu saat ulangan, perlu waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaan dikelas, diijinkan mengerjakan pekerjaan dengan menggunakan keyboard, diijinkan menyelesaikan pekerjaan dirumah. Adaptasi tersebut akan bermanfaat untuk membuka jalan bagi anak untuk meningkatkan penerimaam dan melanjutkan ketingkat berikutnya (Silvester 2002).

PENANGANAN

1. Penanganan akan keberbakatannya

Karena terdapat peningkatan sensitifitas diotaknya, anak ini cenderung untuk belajar dengan sedikit pengulangan (repetition), dan memerlukan penjelasan yang sedikit dikelas; walau perlu diingat anak ini ada yang kemungkinan sensitive terhadap modalitas tertentu; pendengaran, penglihatan, kinestetik.
Peningkatan sensitifitas juga mengakibatkan anak mudah beralih perhatian, tapi bila ada tugas akan terfokus kembali. Diduga pengalihan perhatian ini merupakan salah satu dari sifat kreatifitasnya. Dan bila hipersensitifitas ini mengganggu proses belajar, harus dievaluasi dan ditangani (Eide)
Karena terdapat peningkatan daya ingat, anak ini hanya sedikit memerlukan pengulangan (review), akan dating kekelas dengan membawa pengetahuan dari luar kelas, karena anak ini memperoleh pengetahuan secara tidak langsung ( misalnya dari menguping, melihat, mengobservasi informasi yang didapatnya dari luar pendidikan formal).

Dengan demikian karena anak ini mampu dengan usaha yang sedikit untuk memperoleh standard pengetahuan dasar, kurikulum yang diberikan tidak dipenuhi dengan berbagai macam informasi, tapi lebih ditekankan pada proses berpikir secara seorang ahli; yaitu apa yang harus mereka lakukan dengan informasi yang telah mereka dapatkan. Jadi lebih ditekankan pada bagaimana mengorganisir dan memproses informasi. Mereka harus mengerti proses alamiah berpikir, mengerti kualitas informasi yang dipunyai dan mengerti bagaimana menggunakan informasi tersebut.

Dengan memahami proses alamiah berpikir, anak akan dibekali dengankemampuan memahami terjadinya daya ingat, proses sensorik, pengorganisasian mental dan pola belajar dan pembekalan tentang pengetahuan organisasi, interpersonal dan strategi pemecahan masalah yang lain. Pelatihan yang demikian akan membawa anak dapat menghadapi masalah spesifik dan proses belajar secara umum yang akan mendatangkan keberhasilan.

Dengan mengerti proses alamiah dari informasi, anak mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh. Harus diperkenalkan bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan itu didapat dan memvalidasinya.

Dengan memberikan proses pelatihan bagaimana memahami struktur dan kekuatan argumentasi, dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengetahuan yang telah kita peroleh, meningkatkan self awareness tentang proses berpikir dan mengemukakan masalah; proses memperoleh informasi itu sendiri, akan menjadikan mereka pemimpin yang produktif tidak hanya sebagai peninjau, tapi sebagai peserta aktif dalam mencari kemajuan dibidang ilmu pengetahuan (Eide)

2. Penanganan untuk kemungkinan adanya CAPD (Central Auditory Processing Deficit)

Pemeriksaan adanya CAPD dilakukan pada usia 7-12 tahun; karena bila dilakukan pada usia kurang dari 7 tahun, sangat dipengaruhi oleh berbagai variasi

Setiap hasil penilaian pemeriksaan pada anak cerdas istimewa harus dibandingkan dengan kemampuan usia mental, dan bukan dengan usia chronologisnya; jadi pada anak usia 9 tahun dengan usia kematangan mental berada pada usia 12 tahun; kemudian pada hasil pemeriksaan didapatkan hasil yang sesuai dengan usia 9 tahun, itu sudah merupakan masalah.

Pemeriksaan pada usia kurang dari 5 tahun disarankan dilakukan pada anak dengan riwayat radang telingan yang berulang; keterlambatan bicara dan bahasa, ketidak mampuan anak dalam melakukan keterampilan sesuai dengan usia, ketidak mampuan untuk melokalisir arah suara.

Pada CAPD; disarankan untuk melakukan intervensi dini pada saat otak mengalami pematangan dan mudah untuk diperbaiki dengan membentuk jaras baru (Pittelkow).

3. Terhadap kesulitan belajar

Kemampuan dasar seorang anak dari segi edukasi adalah mengingat abjad, belajar bunyi abjad, berhitung, melakukan proses berhitung, menulis.

Dari segi neurologi, keterampilan dasar anak adalah membedakan bunyi, persepsi bicara dalam keadaan yang ribut, persepsi visual, kemampuan sensori motor, kemampuan mengingat dan berbahasa, kemampuan untuk memperhatikan,motivasi, mengontrol impulsive (Eide 2006).

Normalnya kemampuan ini akan berkembang dengan adanya interaksi terhadap orang tua, saudara atau anak sebaya. Tapi pada anak dengan gangguan input sensorik atau hubungan fungsi integrasi, aktifitas rutin tidak cukup untuk merangsang terjadinya perkembangan yang optimal (Eide 2006).

4. Cara pengajaran

Menciptakan lingkungan pendidikan yang sesuai sedini mungkin akan menstimulasi keinginan belajar anak. Seorang anak yang penuh keingintahuan akan hilang minatnya bila penempatan kelas dan pendekatan guru tidak sesuai, misalnya pemberian tugas yang terlalu mudah atau terlalu sulit. Kemampuan anak untuk mengenali dan menyelesaikan masalah dengan beragam cara, tidak akan cocok dengan program pendidikan untuk anak berbakat yang tradisional atau tuntutan pada kelas spesifik dimana penentuan keberbakatan anak berdasarkan nilai prestasinya (Bainbridge).

Model pembelajaran pada anak akan mempengaruhi pencapaian/prestasi akademik.
Anak berbakat yang pencapaiannya tidak optimal, terjadi karena kemampuan visuo spasial-nya tinggi, tapi perkembangan kemampuan sequencing (keberurutan) kurang; sehingga mengalami kesulitan dalam hal fonic, mengeja, bahasa asing dan matematika. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan cara pengajaran dan lingkungan yang lebih sesuai, tidak penuh tekanan, tidak penuh penuh kompetisi.

Menurut Whitmore (1980), terdapat 3 strategi untuk menangani anak berbakat dan anak dengan pencapaian yang tidak optimal yaitu:

  • Strategi suportif, yaitu dengan menciptakan tehnik dan design kelas yang menimbulkan perasaan bahwa anak adalah anggota keluarga dari kelas tersebut, termasuk metode untuk mendiskusikan masalah anak, design kurikulum yang berdasarkan kebutuhan dan minat anak, dan memberi kesempatan anak untuk mengumpulkan tugas tentang materi yang sudah dikuasainya.
  • Strategi intrinsic. Anak cerdas istimewa selalu mempunyai keinginan untuk belajar untuk meningkatkan potensi akademiknya. Suasana kelas harus mengundang dan memberi kesempatan anak untuk menunjukan usahanya. Guru tidak hanya menilai dari kesuksesan anak, tapi juga melihat usaha yang dilakukan anak,memberi kesempatan murid untuk melakukan evaluasi hasil pekerjaan sendiri, sebelum memberi nilai.
  • Strategi remedial. Guru harus menyadari bahwa anak dengan prestasi yang tidak optimal bukanlah anak yang sempurna; setiap anak mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam hal kebutuhan sosial, emosional dan intelektual. Dengan strategi remedial anak diberi kesempatan untuk meningkatkan kekuatan dan minatnya dan kesempatan ini juga akan meningkatkan daerah spesifik kesulitan belajarnya. Hal ini akan bermanfaat bila ada minat dari anak dan dipilih guru yang sesuai (mengerti minat dan pola belajar anak), dengan strategi pembelajaran tambahan yagbertujuan untuk membantu anak. Ini akan berhasil untuk anak dengan kesulitan akademik yjangka pendek, tapi tidak untuk kelompok dengan underachiever yag sudah lama. Penanganan oleh guru yang tidak tepat akan lebih memperburuk keadaan anak.

    KESIMPULAN

    • Anak cerdas istimewa mempunyai naluri, dorongan dari dalam dirinya untuk mencari ilmu pengetahuan;
    • Proses berpikirnya multimodalitas, menyeluruh;
    • Terdapat hipersensiifitas dan peningkatan memori;
    • Anak cerdas istimewa tidak selalu menunjukan prestasi yang optimal;
    • Cara belajarnya visuospasial;
    • Harus dikenali adanya penyebab pencapaian yang tidak optimal;
    • Penanganan harus dimulai sedini mungkin, melibatkan medis untuk diagnostic, terapis dan guru;
    • Cara belajar harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak.

Ciri-ciri Kesulitan Belajar

Gejala-gejalanya?

a. Gangguan Persepsi Visual

  • Melihat huruf/angka dengan posisi yang berbeda dari yang tertulis, sehingga seringkali terbalik dalam menuliskannya kembali.
  • Sering tertinggal huruf dalam menulis.
  • Menuliskan kata dengan urutan yang salah misalnya: ibu ditulis ubi.
  • Kacau (sulit memahami) antara kanan dan kiri.
  • Bingung membedakan antara obyek utama dan latar belakang.
  • Sulit mengkoordinasi antara mata (penglihatan) dengan tindakan (tangan, kaki dan lain-lain).

b. Gangguan Persepsi Auditori

  • Sulit membedakan bunyi; menangkap secara berbeda apa yang didengarnya.
  • Sulit memahami perintah, terutama beberapa perintah sekaligus.
  • Bingung/kacau dengan bunyi yang datang dari berbagai penjuru (sulit menyaring) sehingga susah mengikuti diskusi, karena sementara mencoba memahami apa yang sedang didengar, sudah datang suara (masalah) lain.

c. Gangguan Belajar Bahasa

  • Sulit memahami/menangkap apa yang dikatakan orang kepadanya.
  • Sulit mengkoordinasikan/mengatakan apa yang sedang dipikirkan.

d. Gangguan Perseptual - Motorik

  • Kesulitan motorik halus (sulit mewarnai, menggunting, menempel, dsb.)
  • Memiliki masalah dalam koordinasi dan disorientasi yang mengakibatkan canggung dan kaku dalam gerakannya.

e. Hiperaktivitas

  • Sukar mengontrol aktifitas motorik dan selalu bergerak (tak bisa diam)
  • Berpindah-pindah dan satu tugas ke tugas lain tanpa menyelesaikannya
  • Impulsif

f. Kacau (distractability)

  • Tidak dapat membedakan stimulus yang penting dan tidak penting
  • Tidak teratur, karena tidak memiliki urutan- urutan dalam proses pemikiran
  • Perhatiannya sering berbeda dengan apa yang sedang dikerjakan (misalnya melamun atau mengkhayal saat belajar disekolah)

Disgrafia, Lebih Banyak Terjadi pada Anak Laki-Laki


Gangguan baca-tulis atau yang juga dikenal dengan disgrafia mencakup masalah menulis, mengeja dan menyusun kerangka berpikir saat pelajaran mengarang. Hal ini terjadi manakala keterampilan menulis anak jauh di bawah standar umur dan skor IQ-nya.

Sebuah penelitian di Amerika melaporkan, kasus kesulitan belajar yang terkait ketidakmampuan menulis (disgrafia) lebih banyak ditemui pada anak laki-laki. Berkebalikan dengan kesulitan membaca seperti disleksia yang telah banyak diteliti, penelitian tentang kesulitan menulis masih sangat minim, sehingga angka kasusnya juga tidak jelas.

Pada penelitian terbaru yang melibatkan lebih dari 5700 anak, diketahui bahwa sekitar 7-15 persen dari jumlah tersebut mengalami gangguan baca-tulis semasa duduk di bangku sekolah. Persentase ini bervariasi, tergantung kriteria yang dipakai untuk mendiagnosis masalah ini.

Anak laki-laki kecenderungannya 2-3 kali lebih berisiko terdiagnosis ketidakmampuan membaca dibanding anak wanita, apa pun jenis kriteria diagnosis yang dipakai.

Demikian dituliskan Dr Slavica K Katusic dan koleganya dari Mayo Clinic di Rochester, Minnesota, Amerika, pada laporan yang dimuat dalam jurnal Pediatrics. Hasilnya mengindikasikan bahwa kasus gangguan menulis sama lazimnya dengan kesulitan membaca.

Jika umumnya anak-anak dengan gangguan menulis juga mengalami kesulitan membaca, maka sekitar seperempatnya hanya mengalami gangguan menulis.

"Fakta bahwa kasus pada anak pria lebih sering terkena berdasarkan penelitian yang lampau dikarenakan anak wanita secara umum tampil lebih baik dalam tulisan tangan dan ekspresi tertulis," ujar Katusic.

Penelitian lanjutan diperlukan untuk menggali lebih jauh perbedaan kasus terkait gender tersebut, termasuk kemungkinan pengaruh genetik dan lingkungan.

Anak-anak dapat mengalami kesulitan baca-tulis atau beragam gangguan belajar lainnya di sekolah, dan jika memang terdiagnosis dengan gangguan tersebut.

Mengenali masalah gangguan belajar anak dari segi okupasi dan sensori integrasi

Masih banyak sekali tenaga pengajar atau guru di sekolah belum mengetahui masalah sesungguhnya mengapa anak peserta didiknya menjadi “malas”, “tidak mau menulis”, “kurang huruf saat menulis atau membaca”, “tidak konsentrasi” ataupun “tidak mau mendengar”. Sering sekali para tenaga pengajar sangat mudah sekali “mencap” anak sebagi anak yang “nakal”, “malas” ataupun “bodoh”.

Tenaga pengajar yang baik atau bijak sana seharnya tidak dapat dengan mudah mencap anak nakal, malas atau bodoh. Akan lebih baik apabila sebelum memberikan cap kepada seorang anak anak terlebih dahulu melihat kepada faktor dari luar dan faktor dari dalam diri anak. Faktor dari luar seperti pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal dan bermain mungkin dapat kita observasi di lingkungan aslinya ataupun dapat menanyakan langsung kepada orang-orang yang berhubungan dengan anak. Yang paling sulit adalah untuk melihat ataupun memahami faktor dari diri anak, seperti, taraf kecerdasan, masalah visual, persepsi perseptual), dan gerak tubuh (motor).

• Visual
Banyak anak menunjukkan kesulitan dalam hal oculo-motor control (kontrol otot mata) ketika diasses. Dalam kegiatan yang sederhana yang mengharuskan penggunaan objek, misalnya pensil, anak gagal memberikan respons yang sesuai. Jika kita memahami bahwa penglihatan adalah suatu indra yang dasar dan penting di lingkungan belajar, ketidakmampuan menunjukkan dasar gerakan-gerakan oculo-motor akan memberikan konsekuensi yang signifikan.
Kesulitan dalam mengikuti jejak secara horizontal (horizontal tracking) – mempengaruhi kemampuan membaca – dengan kecenderungan melompati kata-kata/baris tertentu, dll.
Kesulitan dalam hal memadukan data (convergence) – menyebabkan kelelahan di mata – perhatikan apakah mata sering digosok saat membaca dan juga kemampuan yang kurang baik dalam bermain bola. Gerakan mata yang cepat di antara 2 benda (saccadic) – menyebabkan anak mempunyai kesulitan menyalin dari halaman/papan tulis karena mereka kehilangan titik / tempat acuan / referensi.

• Perceptual
Dapat didefinisikan bukan hanya sebagai apa yang dilihat tetapi bagaimana otak kita menginterpretasikan apa yang kita lihat.
Kesulitan yang paling umum ditemukan adalah dalam bidang visual figure – tugas yang mengharuskan anak menemukan bentuk tertentu yang tersembunyi dalam latar belakang dan dapat diasosiasikan dengan pengamatan ‘melihat’ tetapi tidak memperhatikan.
Ingatan visual yang kurang baik (jangka pendek) sering mengindikasikan kesulitan dalam membaca, terutama di mana metode membaca tertentu digunakan (‘slight’ method of reading). Anak sering gagal mengenali kata baru padahal dia baru saja membacanya di 2 – 3 baris sebelumnya. Pada anak yang lebih kecil, sering juga terjadi keterbalikan membaca yang umum – p, b, d; saw menjadi was, dsb.
Karenanya, dari beberapa faktor di atas ini dapat dilihat bahwa membaca dapat menjadi masalah dan sering mengakibatkan perilaku menghindar (avoidance behaviours).
Anak usia 8 tahun keatas seringkali menunjukkan faktor-faktor lain yang pada dasarnya penting untuk perkembangan berikutnya. Dengan kata lain anak seumur ini diharapkan dapat melakukan ………..
Dua bidang yang signifikan adalah adanya ketetapan bentuk (form constancy) dan daya ingat urutan visual (visual sequential memory) (jangka panjang). Agar dapat melengkapi tes yang mencakup dua hal tersebut, diperlukan kemampuan kognitif yang lebih tinggi karena jawaban tidak tercantum secara jelas pada teks.
Kesulitan dalam bidang-bidang ini sering mempengaruhi bidang lain :
Bahasa (language) – pada umumnya anak tidak dapat melengkapi tes komprehensif di mana jawaban harus diperoleh melalui pengambilan kesimpulan (inference).

Matematika – anak mungkin menunjukkan kemampuan dalam hal tugas penambahan, dsb. Tetapi tidak dapat mengintrepretasikan jika sudah ditulis dalam bahasa rumus tertentu.

Keterampilan sosial – secara sosial, anak mengalami kesulitan memahami peraturan dalam permainan, dan pengertian dari isyarat non-verbal.
Pada prakteknya, Occupational Therapist dan Speech Pathologist bekerjasama dengan anak memberikan terapi bahasa dan proses visual.
Kesulitan menulis juga dapat dihubungkan dengan bidang ini. Anak-anak mengalami kesulitan dalam melihat kesamaan antar huruf dan cenderung melihat setiap huruf sebagai karakter yang berdiri tersendiri. Misal : b d f h l t semuanya memiliki punggung yang tegak.
Selain itu, dalam menulis halus juga terdapat masalah karena ketidakmampuan anak mendeteksi sambungannya.
Secara luas, kesemua hal di atas ini konsisten dengan yang dianggap sebagai executive function (E.F) yang disebut-sebut dalam literatur (CHADD Conf. Oktober 99).

• Motor
Dua pola umum seringkali ditemui saat assessment :
1. Kebingungan antara Kiri-Kanan (L-R Confusion) atau kebingungan menetap dalam menggunakan dua tangan secara bersamaan (persistence of ambidexterity hand confusion).
Anak-anak dengan masalah ini lebih cenderung mengalami kesulitan belajar. Di samping itu, mereka juga akan mengalami kesulitan dengan kegiatan yang memerlukan 2 tangan, misal : mengendalikan halaman, membuat stabil kertas dengan tangan yang tidak dominan.
2. Motor Dyspraxia – ketidakmampuan mengorganisasikan / mengurutkan ketrampilan motorik, misal : lari, lompat, menangkap bola. Anak dengan tipe ini lebih cenderung ’kikuk’ / ’ceroboh’ (clumsy) dan mempunyai kesulitan di bidang motorik kasar dan halus.

Penanganan dan Strategi

Karena kemampuan fungsi kurang bekerja dengan baik, terapi dilihat sebagai mengajarkan dan memperkuat strategi sebagai kompensasi. Bagi kebanyakan dari kita, secara otomatis kita menggunakan alat bantu atau strategi yang dapat meningkatkan atau mengurangi frustasi kita dalam rangka meningkatkan hasil kerja. Kita sekarang tahu bahwa sangat sering populasi ini mempunyai kesulitan mengevaluasi hasil kerja.
Keadaan ini sering memberi pengaruh yang nyata dalam hal bagaimana tugas-tugas diajarkan dan strategi diaplikasikan karena anak-anak ini cenderung lebih merupakan pemikir yang harafiah dan konkret. Karena itu mereka memerlukan :
1. Tingkatan atau derajat reinforcement yang tinggi dan spesifik dengan tugas yang dilakukan.
2. Instruksi yang spesifik.
Saya ingin mata kamu melihat ke mata saya. Bila instruksinya hanya “Lihat Saya“, respons yang diberikan anak kemungkinan tidak seperti yang diharapkan.
3. Reinforcement verbal harus spesifik tugas – “bagus cara kamu menggerakkan bahu dan siku” dibandingkan dengan komentar seperti ‘anak baik’ (‘good boy’ atau ‘good girl’).
4. Langkah-langkah untuk mencapai keterampilan tertentu / penguasaan harus dibagi menjadi langkah kecil dan bertambah sedikit demi sedikit.
5. Pengulangan
6. Konsekuensi – coba lagi – dimana anak diperkenalkan dengan konsep kendali mutu (quality control), misal menggunakan skate board melalui halangan-halangan, kalau sampai ada yang tertabrak mulai lagi dari awal.
7. Memberikan reinforcement / penguat respons yang hampir benar dalam melakukan tugas, misal : “Wow, hebat ya kantongnya masuk karena kamu pakai matamu untuk melihat!“

Tujuan penggunaan strategi adalah untuk mencapai sukses dalam mengerjakan tugas yang akan berdampak pada rasa percaya diri anak. Kesulitan yang dihadapi sifatnya sering membuat anak merasa kewalahan dan frustasi sehingga menyebabkan anak menyerah dan atau belajar untuk merasa tak berdaya.
Untuk anak-anak dengan gangguan spektrum autisme, assassment tidak selalu sukses karena tergantung dari derajat minat anak atau perilaku dan juga hal-hal lain yang mungkin dapat ditentukan saat sesi observasi dalam terapi. Strategi yang digunakan untuk terapi tetap sangat cocok, tetapi anak pada awalnya perlu lebih banyak struktur untuk membantu mengatasi kesulitan dalam bidang bahasa dan pemahaman.
Akhirnya, dengan memahami penyebab dasar masalah, kita memperoleh informasi yang dapat digunakan untuk meningkatkan efektifitas terapi dan remediasi

PAEDIATRIC OCCUPATIONAL THERAPY REFFERAL CHECKLIST
6 YEARS

Jika sejumlah kesulitan dari daftar di bawah ini tampak pada anak, hal-hal tersebut dapat menghambat kemampuan anak untuk berfungsi pada tingkat umur yang tepat di dalam kelas dan/atau di lingkungan rumah. Konsultasi dengan Occupational Therapist sangat dianjurkan jika orangtuanya setuju.
Harap tandai kesulitan yang tampak pada anak :

1. MOTORIK HALUS / SENSORI (FINE MOTOR/SENSORY )
 Pegangan pada pensil belum matang / sempurna dan mempengaruhi tulisan tangan
 Tekanan pensil pada kertas terlalu berat / ringan
 Kesulitan dalam mengontrol pensil, misal : tidak beraturan dalam menulis / mewarnai bidang
 Cenderung bekerja di satu sisi saja dan tidak mengendalikan kertas dengan tangan satunya
 Kepala terlalu dekat ke kertas saat menulis
 Terlalu banyak gerakan tubuh saat menulis, misalnya : tangan satunya / mulut ikut bergerak
 Kesulitan dalam aktivitas mengggunting dan mengelem / merekat
 Kesulitan dalam pekerjaan menggaris
 Kesulitan melipat kertas secara rapi
 Lambat dalam menyelesaikan tugas
 Tangan bergetar / tremor
 Kesulitan dalam gerak tangan dan lagu, misal : incy wincy spider (= kepala, pundak, lutut, kaki)
 Tidak ada dominasi salah satu tangan
 Koordinasi / ritme tidak bagus, misal : permainan dengan tepuk tangan
 Kesulitan dalam keterampilan bermain bola, misal lempar atau tangkap
 Kesulitan dalam memasang kaitan dalam berpakaian, misal : kancing, tali sepatu
 Kesulitan dalam mainan konstruksi / pekerjaan tangan
 Sering terpeleset / terjatuh dan/atau takut jika kaki tidak dijejakkan ke tanah
 Tidak menggunakan peralatan bermain di tanah lapang yang dapat bergerak, misal : somersault, ayunan
 Gerakan persendian yang terlalu berlebihan
 Tidak suka dipeluk dan/atau tangan kena kotoran
 Lambat mempelajari sesuatu yang baru dan/atau cenderung menolak mainan baru/keterampilan motorik baru

2. KOGNISI / PERSEPSI (COGNITIVE / PERCEPTUAL)
 Kesulitan menyalin dari papan tulis
 Kesulitan dalam memberi jarak dan/atau membentuk bentuk/huruf secara benar
 Terbalik dalam menelaah huruf-huruf, lebih sering dari kawan sebayanya
 Membaca kata-kata secara mundur
 Bingung membedakan kiri dan kanan, lebih sering dari kawan sebayanya
 Tidak mempunyai kesadaran pada bentuk tubuh, misal : menggambar orang
 Mengalami kesulitan dalam mengerjakan puzzle
 Tampak mengerti instruksi verbal tetapi tidak dapat menyelesaikan tugas

3. PERILAKU (BEHAVIOUR) (yang berhubungan dengan 1 dan 2)
 Berkelakuan buruk, tidak pada tempatnya, tidak sesuai umurnya (tidak matang)
 Rentang pemusatan perhatian (attention span) pendek / buruk
 Terlalu aktif lebih dari yang seharusnya (overactive)
 Mengalami kesulitan dalam bergaul dengan teman
 Permainan cenderung repetitif
 Kurang menghargai diri sendiri (low self-esteem)

NB : Occupational Therapist (OT) menggunakan aktivitas berdasarkan program untuk memperbaiki kemampuan anak dari fungsi kemampuan sehari-hari (daily life skills), terutama yang berhubungan dengan keterampilan motorik, visual perseptual dan aktivitas untuk membantu diri sendiri (self care activities). Semakin muda usia anak dengan kesulitan ini dapat diidentifikasi, semakin efektif OT dapat dilakukan

Disleksia Pada Anak


Disleksia ditandai dengan adanya kesulitan membaca pada anak maupun dewasa yang seharusnya menunjukkan kemampuan dan motivasi untuk membaca secara fasih dan akurat. Disleksia merupakan salah satu masalah tersering yang terjadi pada anak dan dewasa. angka kejadian di dunia berkisar 5-17% pada anak usia sekolah. Disleksia adalah gangguan yang paling sering terjadi pada masalah belajar. Kurang lebih 80% penderita gangguan belajar mengalami disleksia.


Angka kejadian disleksia lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan dengan perempuan yaitu berkisar 2:1 sampai 5:1. Ada juga yang mengatakan bahwa ternyata tidak terdapat perbedaan angka kejadian antara laki-laki dan perempuan.


Deteksi dini disleksia pada anak

Kesulitan membaca yang tidak diharapkan (kesulitan membaca pada seseorang yang tidak sesuai dengan kemampuan kognitif orang tersebut atau tidak sesuai dengan usia, tingkat kepandaian dan tingkat pendidikan), selain itu terdapat masalah yang berhubungan dengan proses fonologik.

Pada anak usia prasekolah, adanya riwayat keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata (kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, kesulitan belajar mengenal huruf) disertai dengan adanya riwayat keluarga yang menderita disleksia, menunjukkan faktor risiko yang bermakna untuk menderita disleksia.

Pada anak usia sekolah biasanya keluhan berupa kurangnya tampilan di sekolah tetapi sering orangtua dan guru tidak menyadari bahwa anak tersebut mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat terlambat berbicara, tidak belajar huruf di taman kanak-kanak dan tidak belajar membaca pada sekolah dasar. Anak tersebut akan makin tertinggal dalam hal pelajaran sedangkan guru dan orangtua biasanya makin heran mengapa anak dengan tingkat kepandaian yang baik mengalami kesulitan membaca.

Walaupun anak telah diajarkan secara khusus, biasanya anak tersebut akan dapat membaca tetapi lebih lambat. Anak tidak akan fasih membaca dan tidak dapat mengenali huruf secara tepat. Disgrafia biasanya menyertai disleksia. Selain itu penderita disleksia akan mengalami gangguan kepercayaan diri.

Penilaian membaca

Membaca dinilai berdasarkan analisis, kefasihan dan pemahaman. Tes yang dapat digunakan untuk menilai fonologi anak adalah Comprehensive Test of Phonological (CTOPP). Tes ini mencakup kepekaan fonologik, analisa fonologik dan menghapal. Tes ini telah distandarisasi di Amerika Serikat untuk anak usia 5 tahun sampai dewasa.

Pada anak usia sekolah salah satu tes yang penting adalah menilai apakah anak tersebut dapat menganalisis kata. Tes yang digunakan adalah Woodcock-Johnson III dan Woodcock Reading Mastery Test. Kefasihan berbicara dinilai dengan Gary Oral Reading Test. Untuk menilai kecepatan membaca suatu kata digunakan Test of World Reading Efficiency (TOWRE).

Sebagai uji tapis bagi para dokter, disarankan untuk mendengarkan dengan seksama saat anak membaca yang sesuai dengan usianya.

Pemeriksaan fisis dan pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan fisis memiliki peran yang sangat terbatas dalam mendiagnosis disleksia. Gangguan sensori primer harus disingkirkan. Pemeriksaan neurologik pada penderita disleksia biasanya normal.

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiologis, elektroensefalografi dan analisis kromosom hanya dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan jika terdapat indikasi klinis. Pada kasus tertentu, pemeriksaan genetik harus dilakukan mengingat terdapat kelainan genetik seperti sindrom Klinefelter yang berhubungan dengan kesulitan bahasa dan mambaca.

Gangguan Belajar

Gangguan belajar adalah defisiensi pada kemampuan belajar sepesifik dalam konteks.

Tipe-tipe Gangguan Belajar
- Gangguan Matematika
Gangguan Metematika menggambarkan anak-anak dengan kekurangan kemampuan aritmatika.

- Gangguan Menulis
Gangguan Menulis mengacu pada anak-anak dengan keterbatasan kemampaun menulis.

- Gangguan Membaca ( disleksia )
Gangguan Membaca –disleksia- mengacu pada anak-anak yang memiliki perkembangan ketrampilan yang buruk dalam mengenali kata-kata dan memahami bacaan.

Perspektif Teoritis

Penyebab gangguan belajar cenderung terfokus pada masalah-masalah kognitif-perseptual dan kemungkinan faktor-faktor neorologis yang mendasarinya. Banyak anak dengan gangguan belajar memiliki masalah dengan persepsi visual dan auditori.


Intervensi gangguan belajar
Intervensi-intervensi untuk gangguan belajar umumnya menggunakan perspektif berikut (Lyon & Moats,1988)

1. Model Psikoedukasi
Menekankan pada kekuatan-kekuatan dan preferensi-preferensi anak daripada usaha untuk mengoreksi definisi yuang diduga mendasarinya.

2. Model Behavioral
Mengasumsikan bahwa belajar akademik dibangun diatas hierarki ketrampilan-ketrampilan dasar, atau “perilaku yang memampukan (enabling behaviours).”

3. Model Medis
Mengasumsikan bahwa gangguan belajar merupakan simtom-simtom dari defisiensi dalam pengolahan kognitif yang memiliki dasar biologis.
4. Model neuropsikologi
Berasal dari model psikoedukasi dan medis, diasumsikan bahwa gangguan belajar merefleksikan deficit dalam pengolahan informasi yang memiliki dasar biologis (model medis).

5. Model lingguistik
Berfokus pada defisiensi dasar dalam bahasa anak, seperti kegagalan untuk mengenali bagaimana suara-suara dan kata-kata saling dikaitkan untuk menciptakan arti, yang akan menimbulkan masalah dalam membaca, mengeja, dan menemukan kata-kata untuk mengekspresikan diri mereka.

6. Model kognitif
Berfokus pada bagaimana anak-anak mengatur pemikiran-pemikiran mereka ketika mereka balajar materi-materi akademik.

Gangguan Belajar dan Sistem Kerja Otak

Penurunan prestasi akademis bisa menjadi salah satu indikasi, adanya kesulitan belajar yang dialami anak-anak usia sekolah. Bila ditelusuri, ternyata kesulitan belajar ada kaitannya dengan gangguan kerja otak secara medis maupun nonmedis.

Gangguan kerja otak secara umum muncul dalam berbagai keluhan. Mudah lupa, gampang stres, mudah emosi, cepat lelah, mudah pusing, lambat memahami materi, sulit konsentrasi, sulit merespon, telat bereaksi, hingga menurunnya daya kreativitas.

Hingga kini masih sering ditemui penanganan yang tidak tepat pada anak-anak yang mengalami gangguan kerja otak, baik oleh orangtua, guru, pemerintah, serta orang dewasa yang bertanggungjawab mencerdaskan bangsa. Sebab utamanya satu: kurangnya wawasan dan pengetahuan.

Orangtua kadang menambah jam belajar anak-anak serta memaksa mereka ikut les tambahan di luar sekolah. Tujuannya supaya anak jadi lebih pintar. Sementara oknum guru di sekolah malah memberi sanksi fisik maupun non fisik yang membuat anak-anak makin tertekan.

Ironisnya, bila tak lagi bisa ditangani para guru, pimpinan sekolah biasanya memanggil orangtua. Kemudian menganjurkan si anak untuk dipindahkan ke sekolah lain. Saat bersamaan para pembuat kebijakan tiap tahun terus membuat standarisasi nilai kelulusan yang harus dicapai anak-anak.

"Padahal penerapan cara-cara di atas seringkali tidak menyelesaikan masalah. Sebab penanganannya memang tidak tepat sasaran," ungkap peneliti otak dan sistem syaraf manusia, Shifu Yonathan Purnomo, pada Seminar Rahasia Kecerdasan Otak, di Hotel Baltika, akhir pekan lalu.

Penegasan itu disampaikan setelah 20 tahun terakhir Yonathan meneliti otak dan sistem syaraf manusia di Indonesia, Cina, dan beberapa negara lain di dunia. Gangguan kerja otak bisa disebabkan faktor medis seperti tumor, kanker, dan cacat lahir. Sedangkan sebab non-medis yaitu kebiasaan dan perilaku tahunan yang menyebabkan otak tidak tumbuh optimal.

Pria 46 tahun ini mengungkap perilaku yang kurang tepat yaitu memberi terlalu banyak beban pelajaran kepada si kecil, sebelum usia mereka mencapai 12 tahun. Memaksa anak belajar menguasai materi tertentu, justru bisa menghambat pertumbuhan otak. Kondisi tersebut memicu terjadinya gangguan kerja otak.

"Kecerdasan otak bersifat fluktuatif sama seperti kesehatan jasmani. Kecerdasan otak juga bisa dilatih agar kuat menghadapi berbagai situasi dan tekanan. Caranya melalui latihan Shuang Guan Qi Xia secara benar dan teratur," ujar Shifu Yonathan.

Melalui Shuang Guan Qi Xia, ayah empat anak ini menciptakan 180 gerakan senam sederhana yang bersumber dari beladiri kungfu. Yonathan yang juga Guru Besar Perguruan Xin Gong Ci yang berpusat di Surabaya ini mengungkap, berbagai gerakan tersebut bertujuan melatih keseimbangan kerja otak kiri dan kanan.

Beberapa gerakan yaitu membentuk angka delapan dan nol menggunakan kedua tangan. Menyentuh jari-jari tangan secara bergantian, bermain tembak jari, serta sentuh jari-jari tangan dengan berbagai variasi gerakan.

"Latihan ini membuat orang yang melakukan tidak mudah lupa dan tetap produktif hingga usia tua, tidak gampang sakit, dan pada akhirnya tidak bikin susah orang lain di masa tua," terang Yonathan. (ricky reynald yulman)

Jangan Paksa Persalinan
EMPAT puluh persen pertumbuhan otak terjadi sejak anak masih dalam kandungan. Ketika lahir berat otak bayi normal, rata-rata 600 gram. Seorang dewasa yang pertumbuhan otaknya optimal memiliki otak dengan berat rata-rata 1,5 kg.

Di satu sisi Shifu Yonathan Purnomo mengingatkan, kecacatan otak bisa terjadi sejak bayi dalam kandungan. Beberapa penyebabnya yaitu kekurangan gizi, terkena virus tertentu, dan keracunan obat.

Yonathan juga berpesan agar orangtua dan pihak manapun tidak memaksa janin lahir sebelum waktu persalinan tiba. Baik melalui operasi cesar atau memberi obat perangsang kelahiran. Tindakan tersebut biasanya dilakukan agar bayi bisa lahir pada hari dan tanggal tertentu.

"Kondisi itu membuat si janin yang belum siap keluar, mengalami tekanan dan bisa membuat otak bayi cacat. Setelah diteliti, kebanyakan bayi yang persalinannya dipaksakan, setelah dewasa, mudah mengalami gangguan kerja otak," jelas Yonathan. (ricky reynald yulman)

Gerakan Shuang Guan Qi Xia:
-Tangan kiri membentuk angka delapan di depan dada menggunakan. Saat bersamaan tangan kanan membuat bentuk angka nol. Setelah dilakukan beberapa kali kemudian bergantian.

-Membuka telapak tangan kanan dengan jari-jari tegak. Tangan kiri membentuk seperti pistol untuk berpura-pura menembak jari-jari tangan kanan. Dalam satu hitungan secara bersamaan, posisi jarijari tangan harus berganti dengan pengurangan jari-jari yang sudah ditembak.

-Jari-jari tangan kanan dan kiri membentuk kuncup tapi hanya ibu jari boleh menyentuh ujung telunjuk. Kemudian ibu jari berpindahpindah menyentuh ujung jari lain secara bergantian. Variasi gerakan: ibu jari tangan kiri menyentuh kelingking sedangkan ibu jari kanan mulai menyentuh ujung telunjuk.

Memahami Gangguan Belajar pada Anak Sekolah Dasar



Proses belajar anak usia Sekolah Dasar merupakan kondisi yang sangat penting sebagai landasan pendidikan anak. Namun demikian, kondisi belajar tersebut terkadang mengalami gangguan yang tentu saja dapat mempengaruhi proses belajar anak. Gangguan belajar terutama pada anak Sekolah Dasar merupakan suatu gejala, yang bisa menjadi bagian dari suatu gangguan tertentu, namun dapat pula sebagai kondisi tersendiri.

Gangguan belajar bisa merupakan salah satu gejala dari gangguan jiwa, seperti retardasi mental, gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktif, gangguan autisme atau gangguan cemas pada anak. Sedangkan gangguan belajar yang berdiri sendiri, bisa dalam bentuk gangguan membaca (disleksia), gangguan menulis (disgrafia) atau gangguan berhitung (diskalkulia).

Gangguan Membaca (Disleksia)
Gangguan membaca merupakan suatu diagnosis yang ditandai oleh adanya kesulitan berat dalam kemampuan membaca (mengerti bahan bacaan). Kesulitan ini tidak sesuai dengan yang dialami anak lain seusianya dan tidak sesuai dengan kemampuan kognitifnya. Gangguan membaca ini juga tidak berhubungan dengan adanya gangguan perkembangan fisik, motivasi yang kurang, pendidikan yang kurang adekuat, masalah sosial ekonomi dan gangguan pada sistem sensorik (penglihatan dan pendengaran).

Gangguan berhitung (diskalkulia)
Gangguan berhitung atau gangguan matematik merupakan kesulitan dalam kemampuan aritmatik; termasuk berhitung dan menyelesaikan soal-soal aritmatik. Kesulitan ini tidak sesuai dengan kemampuan anak seusianya, tingkat kecerdasan dan pendidikan yang dijalaninya. Selain itu, kesulitan ini juga tidak disertai dengan adanya gangguan penglihatan, pendengaran, fisik atau emosi. Juga tidak berhubungan dengan lingkungan, kultur atau ketidakmampuan ekonomi.

Gangguan Menulis (Disgrafia)
Gangguan menulis merupakan gangguan pada kemampuan menulis anak yaitu kemampuan di bawah rata-rata anak seusianya. Gangguan ini tidak sesuai dengan tingkat kecerdasan dan pendidikan yang telah dijalaninya. Hal tersebut menimbulkan masalah pada akademik anak dan berbagai area kehidupan anak. Menulis merupakan proses penyelesaian masalah (problem solving); yang melibatkan kemampuan penulis dalam menghasilkan bahasa yang dapat dimengerti serta merefleksikan kemampuan dan opini penulis tentang suatu topik.

Deteksi Dini Gangguan Belajar pada Anak
Gangguan belajar pada anak penting untuk dideteksi sejak dini. Hal ini karena gangguan belajar dapat mempengaruhi perasaan dan perilaku anak. Perilaku anak dengan gangguan belajar dapat diamati saat di kelas. Anak biasanya tidak dapat duduk tenang di tempatnya, lambat menyelesaikan tugas atau bahkan tidak mau mengerjakan tugas yang diberikan. Hal ini sebetulnya merupakan bentuk penghindaran dari mengerjakan tugas yang dirasanya sulit.
Perkembangan anak sejak kecil juga bisa merupakan pertanda kemungkinan terjadinya gangguan belajar pada usia sekolah dasar. Anak dengan keterlambatan bicara (belum bisa mengucapkan kalimat sederhana di usia 2 tahun), bisa merupakan faktor prediksi terjadinya gangguan belajar. Gangguan koordinasi motorik, terutama pada usia menjelang taman kanak-kanak, juga bisa menjadi faktor prediksi terjadinya gangguan belajar.

Jika orang tua atau guru melihat tanda-tanda adanya gangguan belajar pada anak, perlu segera dikonsultasikan kepada dokter. Pertama kali dilakukan pemeriksaan ada atau tidaknya gangguan pada penglihatan dan pendengaran. Karena seringkali gangguan pada penglihatan dan pendengaran juga dapat mengganggu kemampuan belajar anak. Pemeriksaan psikologis seperti tingkat kecerdasan (tes IQ), juga perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya tingkat kecerdasan yang kurang, seperti pada retardasi mental. Selain itu, diperiksa juga kemungkinan adanya gangguan jiwa lain seperti autisme, gangguan pemusatan perhatian dan perilaku, atau gangguan kecemasan.

Cara Membantu Anak Mengatasi Gangguan Belajar, Tips Bagi Orang Tua
Anak yang mengalami gangguan belajar sering kali akan menunjukkan gangguan perilaku. Hal ini bisa berdampak pada hubungan pasien dengan orang-orang di sekitarnya (keluarga, guru dan teman-teman sebaya). Untuk itu anak perlu didampingi untuk menghadapi situasi ini.

Orang tua merupakan guru yang pertama dan terdekat dengan anak. Dengan demikian, peran orang tua sangat penting untuk mengenali permasalahan apa yang dialami anak. Selain itu, penting juga untuk menemukan kekuatan atau kemampuan yang dimiliki anak. Hal ini akan membantu orang tua mendukung anak mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga dapat meningkatkan kepercayaan diri anak.

Tugas anak adalah bermain, maka proses belajar pun sebaiknya menjadi proses yang menyenangkan untuk anak. Apalagi pada anak dengan gangguan belajar, penting untuk menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dan tidak membebani anak. Kenali hal apa yang membuat anak merasa senang. Misalnya, jika anak tersebut menyukai lagu tertentu, ajak anak itu belajar sambil memutarkan lagu tersebut. Ijinkan anak membawa mainan kesayangannya saat belajar. Jika anak senang dengan suatu obyek tertentu, misalnya kereta api, sertakan bentuk kereta api dalam pelajaran. Sebagai contoh, anak dengan gangguan berhitung, saat belajar berhitung dapat digunakan gambar kereta api yang dia senangi.

Anak dengan gangguan belajar juga bisa mengalami perasaan rendah diri karena ketidakmampuannya atau karena sering diejek oleh teman-temannya. Untuk itu, penting bagi orang tua memberikan pujian jika ia berhasil melakukan suatu pencapaian. Misalnya, bila suatu kali anak berhasil mendapat nilai yang cukup baik atau mengerjakan tugas dengan benar, maka orang tua hendaknya memberi pujian pada anak. Hal ini akan memotivasi anak untuk berbuat lebih baik, meningkatkan rasa percaya diri dan membantu anak merasa nyaman dengan dirinya.

Keterlibatan pihak sekolah juga perlu diperhatikan karena sebagian besar waktu belajar anak ada di sekolah. Diskusikan dengan guru kelas mengenai kesulitan dan kemampuan anak dalam belajar. Posisi tempat duduk anak di kelas juga bisa membantu anak untuk lebih berkonsentrasi dalam belajar. Akan lebih baik jika anak duduk di depan kelas sehingga perhatiannya tidak teralih ke anak-anak lain atau ke jendela kelas.

Masalah gangguan belajar penting sekali dipahami oleh orang tua dan guru sehingga dapat mendukung dan membantu anak dalam belajar. Jika ditangani dengan tidak benar maka hanya akan menambah permasalahan pada anak. Deteksi dan konsultasi dini pada anak yang diduga mengalami gangguan belajar menjadi faktor penting sehingga anak dapat segera ditangani dengan tepat. Kerja sama antara orang tua, guru dan profesional kesehatan jiwa (psikiater dan psikolog) diperlukan untuk membantu anak menghadapi permasalahan gangguan belajar tersebut.

Gangguan Belajar Yang Spesifik

DISLEKSIA

Disleksia atau reading disabilities adalah kelainan neurologis yang menyebabkan kemampuan membaca anak di bawah kemampuan yang semestinya, jika mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia, dan pendidikannya.

PENYEBAB:

1. Neurologis

Gangguan ini bukanlah suatu ketidakmampuan fisik, semisal kesulitan visual. Namun murni karena kelainan neurologis, yakni bagaimana otak mengolah dan memproses informasi yang sedang dibaca oleh anak secara tidak tepat, terutama otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Selain itu, ada perkembangan yang tidak proporsional pada sistem magno-cellular, yang berhubungan dengan kemampuan melihat benda bergerak (moving images) yang menyebabkan ukurannya menjadi lebih kecil. Kondisi ini menyebabkan proses membaca jadi lebih sulit karena otak harus membaca dan memahami secara cepat huruf-huruf dan sejumlah kata yang berbeda yang terlihat secara bersamaan oleh mata ketika mata men-scanning kata dan kalimat.

2. Keturunan

Menurut penelitian, 80% penderita disleksia mempunyai anggota keluarga dengan kesulitan belajar (learning disabilities) dan 60% di antaranya kidal (left-handedness).

3. Gangguan pendengaran sejak dini

Jika kesulitan pendengaran terjadi sejak dini dan tak terdeteksi, maka otak yang sedang berkembang akan sulit menghubungkan bunyi atau suara yang didengarnya dengan huruf atau kata yang dilihatnya.

4. Kombinasi

Kombinasi dari berbagai faktor di atas menjadikan kondisi anak dengan gangguan disleksia kian serius atau parah, hingga perlu penanganan menyeluruh dan kontinu.

CIRI-CIRI:

1. Bermasalah ketika harus memahami apa yang dibaca.

2. Sulit menyuarakan fonem dan memadukannya menjadi sebuah kata.

3. Sulit mengeja secara benar. Bahkan bisa jadi anak akan mengeja satu kata dengan bermacam ucapan, walaupun kata tersebut berada di halaman buku yang sama.

4. Kesulitan mengurutkan huruf-huruf dalam kata. Misal, kata SAYA ejaannya adalah S­A­Y­A.

5. Tidak dapat mengucapkan irama kata-kata secara benar dan proporsional.

6. Sulit mengeja kata/suku kata dengan benar. Bisa terjadi anak akan terbalik-balik membunyikan huruf, atau suku kata.

7. Terlambat perkembangan kemampuan bicara dibandingkan dengan anak-anak seusianya pada umumnya.

8. Terlambat dalam mempelajari alfabet, angka, hari, minggu, bulan, warna, bentuk dan informasi mendasar lainnya.

9. Terlihat kesulitan dalam menuliskan huruf ke dalam kesatuan kata secara benar.

10. Bingung menghadapi huruf yang mempunyai kemiripan: d-b, u-n, m-n .

11. Rancu terhadap huruf yang bunyinya mirip: v, f, th.

12. Sering menuliskan/mengucapkan kata terbalik-balik. Umpama, kata hal menjadi lah.

13. Membaca suatu kata dengan benar di satu halaman, tapi keliru di halaman lain.

14. Mengucapkan susunan kata secara terbalik-balik. Contoh, Kucing duduk di atas kursi diucapkan Kursi duduk di atas kucing.

15. Rancu terhadap kata-kata yang singkat, seperti ke, dari, dan, jadi.

16. Membaca dengan benar tapi tak mengerti apa yang dibacanya.

PENANGANAN:

1. Metode multi-sensory

Anak akan diajarkan mengeja, tidak hanya berdasarkan apa yang didengarnya dan kemudian diucapkannya kembali, tapi juga memanfaatkan kemampuan memori visual serta taktil (sentuhan) dengan cara menuliskan huruf-huruf tersebut di udara dan di lantai, membentuk huruf dari lilin (plastisin) atau dengan menulis besar-besar di lembaran kertas. Cara ini dilakukan untuk memungkinkan terjadinya asosiasi antara pendengaran, penglihatan, dan sentuhan sehingga mempermudah otak bekerja mengingat kembali huruf-huruf.

2. Membangun rasa percaya diri

Ajak anak mengevaluasi dan memahami dirinya sendiri, kelebihan dan kekurangan yang ada padanya, agar dia dapat melihat secara objektif dan tidak hanya terfokus pada kekurangannya sebagai anak dengan gangguan disleksia. Apalagi menurut penelitian, anak-anak ini cenderung mempunyai kelebihan dalam hal physical-coordination, kreativitas, dan kemampuan berempati pada orang lain.

DISGRAFIA

Kelainan neurologis yang menyebabkan kemampuan menulis anak di bawah kemampuan yang semestinya, jika mempertimbangkan tingkat intelegensi, usia dan pendidikannya. Kondisi ini bisa meliputi hambatan secara fisik, seperti tak dapat memegang pensil dengan mantap ataupun tulisan tangan yang buruk.

PENYEBAB:

Seperti halnya disleksia, disgrafia juga disebabkan faktor neurologis, yakni adanya gangguan pada otak bagian kiri depan yang berhubungan dengan kemampuan membaca dan menulis. Anak mengalami kesulitan dalam harmonisasi secara otomatis antara kemampuan mengingat dan menguasai gerakan otot menulis huruf dan angka. Kesulitan ini tak berkaitan dengan masalah kemampuan intelektual.

CIRI-CIRI:

1. Ada ketidakkonsistenan huruf dalam tulisannya.

2. Saat menulis, tercampur penggunaan huruf besar dan huruf kecil.

3. Ukuran dan bentuk huruf dalam tulisannya tidak proporsional.

4. Anak tampak harus berusaha keras saat mengomunikasikan suatu ide, pengetahuan, atau pemahamannya lewat tulisan.

5. Sulit memegang bolpoin maupun pensil dengan stabil dan mantap seperti anak pada umumnya. Anak terlihat memegang alat tulis terlalu dekat bahkan hampir menempel dengan kertas.

6. Berbicara pada diri sendiri ketika menulis, atau malah terlalu memerhatikan tangan yang dipakai menulis.

7. Menulis dengan tidak konsisten, tidak mengikuti alur garis-garis yang tepat dan proporsional.

8. Tetap mengalami kesulitan meskipun hanya diminta menyalin (copy) contoh tulisan yang sudah ada.

PENANGANAN:

1. Menyajikan tulisan cetak.

Ajari anak untuk menuangkan ide dan konsepnya dengan menggunakan komputer atau mesin tik. Melalui komputer, anak dapat didorong untuk menggunakan spell-checks yang merupakan bagian atau fasilitas word processor.

2. Membangun rasa percaya diri.

Dorong anak supaya tetap percaya diri dan tidak terfokus pada kekurangannya. Kesabaran orangtua dan guru akan membuat anak tenang dan sabar terhadap dirinya dan terhadap usaha yang sedang dilakukannya.

3. Latih terus menulis.

Jadikan latihan menulis sebagai kegiatan menyenangkan. Misal, menulis surat ke teman, menulis kartu pos, dan sebagainya. Hal ini akan bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan menulis anak dan membantunya menuangkan konsep abstrak tentang huruf dan kata dalam bentuk tulisan konkret.

DISKALKULIA

Yaitu, ketidakmampuan kalkulasi secara matematis atau istilah lainnya, math difficulty. Bentuk kesulitan yang dialami anak adalah dalam berhitung (counting) dan mengalkulasi (calculating). Anak juga kesulitan mengonseptualkan atau memahami proses-proses matematis.

PENYEBAB:

1. Mempunyai kelemahan dalam proses visual (Visual Processing Weakness).

2. Masalah dalam hal mengurutkan (Problem Sequencing). Anak yang mengalami kesulitan dalam mengurutkan dan mengorganisasikan informasi secara detail, umumnya akan sulit mengingat sebuah fakta, konsep ataupun formula untuk menyelesaikan kalkulasi matematis. Jika problem ini yang menjadi penyebabnya, anak cenderung mengalami hambatan pada aspek kemampuan lainnya, seperti membaca kode-kode dan mengeja serta apa pun yang membutuhkan kemampuan mengingat hal-hal detail.

3. Fobia matematika. Beberapa anak yang pernah mengalami trauma dengan pelajaran matematika membuatnya kehilangan rasa percaya diri dan akhirnya mengalami kesulitan dengan hal-hal yang mengandung unsur hitungan.

CIRI-CIRI:

1. Tingkat perkembangan bahasa dan kemampuan lainnya normal, malah sering kali mempunyai memori visual yang baik dalam merekam kata-kata tertulis.

2. Sulit melakukan hitungan matematis. Dalam contoh kasus sehari-hari, misal, sulit menghitung transaksi belanja, menghitung kembalian uang. Sering kali anak jadi takut memegang uang atau menghindar untuk melakukan transaksi, atau apa pun kegiatan yang harus melibatkan uang.

3. Sulit melakukan proses-proses matematis, seperti menjumlahkan, mengurangi, membagi, mengalikan, dan konsep hitungan angka atau urutan.

4. Terkadang mengalami disorientasi. Disorientasi waktu, misal, bingung mengatakan jam berapa sekarang ini. Disorientasi tempat, contoh, tak bisa membaca dan memahami peta atau petunjuk arah.

5. Mengalami hambatan dalam menggunakan konsep abstrak tentang waktu. Umpama, bingung dalam mengurut kejadian masa lalu atau masa mendatang.

6. Sering melakukan kesalahan ketika melakukan perhitungan angka-angka. Seperti proses substitusi, mengulang terbalik, serta proses-proses hitungan seperti deret hitung dan deret ukur.

7. Mengalami hambatan dalam mempelajari musik, terutama karena sulit mengikuti konsep not, urutan nada, dan sebagainya.

8. Bisa juga mengalami kesulitan dalam aktivitas olahraga, karena bingung mengikuti aturan main yang berhubungan dengan skor dan nilai.

PENANGANAN:

1. Visualisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti anak dengan menggunakan gambar atau cara lain yang menyenangkan.

2. Bisa juga dengan memverbalisasikan konsep matematis yang sulit dimengerti dan minta anak mendengarkan secara cermat, karena biasanya anak-anak ini tak mengalami kesulitan memahami konsep secara verbal.

3. Tuangkan konsep matematis ataupun angka-angka secara tertulis di atas kertas untuk memudahkan anak melihatnya, daripada hanya sekadar membayangkan secara abstrak. Atau bahkan kalau perlu, menuliskan urutan angka-angka itu untuk membantu anak memahami konsep setiap angka sesuai dengan urutannya.

4. Tuangkan konsep-konsep matematis dalam praktik serta aktivitas sederhana sehari-hari. Seperti, berapa buah sepatu yang harus dipakainya jika bepergian, berapa potong pakaian seragam sekolahnya dalam seminggu, berapa jumlah kursi makan yang diperlukan jika disesuaikan dengan anggota keluarga yang ada, dan sebagainya.

5. Sering-sering mendorong anak untuk melatih ingatan secara kreatif, entah dengan cara menyanyikan angka-angka, atau cara lain yang mempermudah mengingat angka.

6. Pujilah setiap keberhasilan, kemajuan, dan usaha yang dilakukan anak.

7. Harus ada kerja sama terpadu antara guru dengan orangtua untuk menentukan strategi belajar di kelas, memonitor perkembangan dan kesulitan anak, serta melakukan tindakan-tindakan yang perlu untuk memfasilitasi kemajuannya. Misal, guru memberi saran tertentu pada orangtua dalam menentukan tugas di rumah, buku-buku bacaan, latihan yang disarankan, dan sebagainya.