Sabtu, 03 April 2010

Optimalisasi Kerja Otak

DALAM PROSES PEMBELAJARAN SISWA CERDAS ISTIMEWA

dr Siti Aminah Soepalarto, SpS(K)
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Saraf, Subdivisi Saraf Anak RSHS/FK UNPAD Bandung

Gifted (cerdas istimewa) saat ini makin banyak kita dengar dan ada anggapan bahwa anak ini mempunyai prestasi yang hebat. Sering pula kita mendengar ajakan agar menstimulasi otak anak supaya menjadi cerdas seperti anak cerdas istimewa (van Tiel). Secara konvensional, anak berbakat / cerdas istimewa adalah anak yang mempunyai IQ tinggi dan prestasi menonjol disekolah. Jarang ada yang menjelaskan dari sisi sulitnya, tumbuh kembangnya dan personalitas anak tersebut.

Keberbakatan (giftesness) adalah suatu potensi bawaan yang disetiap orang mempunyai bentuk yang berbeda satu dengan lainnya. Umumnya mempunyai potensi kuat diberbagai bidang (van Tiel). Anak ini mempunyai dorongan dari dalam dirinya untuk selalu mencari tahu.
Prestasi belajarnya tidak selalu optimal, bahkan sering kali bermasalah, hal ini disebabkan adanya kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Cara belajar anak berbakat (cerdas istimewa) adalah melalui proses penglihatan (visual learner), proses berpikirnya berupa gambar. Memerlukan waktu yang lebih lama untuk menterjemahkan gambar menjadi kata (Silverman 2002).

Dalam makalah ini akan dibahas bagaimana proses pembelajaran pada anak cerdas istimewa dilihat dari aspek neurologis.

DEFINISI
Banyak kepustakaan yang mendifinisikan tentang ‘Gifted’ (berbakat), akan tetapi hal ini akan sangat membingungkan. Terkadang orangtua, guru dan konselor menjadi sulit berkomunikasi, karena masing-masing dengan definisi yang berbeda.

Keberbakatan yang berdasarkan sekolah biasanya melihat kemampuan relative. Anak diidentifikasikan berdasarkan penampilannya membandingkan dengan teman sekelasnya. Anak dengan ranking 5-10% ditingkat atas memerlukan kurikulum yang lebih menantang dibandingkan dengan kurikulum regular. Definisi keberbakatan secara ini akan membingungkan orangtua, karena anak yang berbakat, ternyata disekolah lain dinyatakan tidak berbakat.

Hollingworth mendefinisikan keberbakatan sebagai potensi anak yang harus digali sehingga saat dewasa akan lebih berkembang.

Linda Silverman menambahkan bahwa pada anak berbakat didapatkan perkembangan yang tidak sinkron. Jadi tidak hanya IQ dan kemampuan, tapi juga emosi dan hipersensitifitas.

Perkembangan yang tidak sinkron dimaksud adalah perkembangan intelektual, fisik dan emosi tidak berjalan dengan kecepatan yang sama. Kemampuan intelektual selalu berkembang lebih cepat.

Dengan adanya perkembangan yang tidak sinkron ini diperlukan modifikasi dalam hal pengasuhan baik oleh orangtua, guru maupun konselor agar anak dapat berkembang optimal.

KLASIFIKASI

Keberbakatan sangatlah kompleks, bukan hanya ditentukan oleh Nilai IQ-nya saja, akan tetapi merupakan faktor multidimensi dan dinamis (van Tiel).

Carpenter (2001) & Lyth (2003), Membagi anak berbakat atas: (I). Ringan (mild) IQ = 115-129; (II). Sedang (moderate) IQ = 130-144; (III). Tinggi (high) IQ = 145-159; (IV). Kekecualian (exceptional ) IQ = 160-179; (V). Amat sangat (Profound) IQ = 180 +.

IQ normal berkisar antara 85-115, dengan normal absolute 100. Makin besar jaraknya dari nilai normal, makin membutuhkan modifikasi sarana pendidikan.

Terdapat 3 kelompok anak berbakat:

  • Berbakat global: yaitu anak berbakat pada semua atau hampir semua area; biasanya matematika dan verbal;
  • Berbakat matematika: anak dengan kemampuan matematika yang tinggi. Anak ini akan baik dibidang spasial, sebab2 nonverbal, daya ingat;
  • Berbakat verbal: anak dengan kemampuan bahasa yang kuat. Anak ini mampu berbahasa yang lebih bila dibandingkan dengan anak seusianya. Penampilan verbalnya lebih baik.

Umumnya pada anak berbakat, prestasi belajarnya juga tinggi. Tapi dapat pula ditemukan anak berbakat yang prestasinyanya tidak optimal bahkan sering kali bermasalah. Prestasi yang kurang ini sering dianggap karena faktor motivasi dan psikologis. Anak sering dianggap malas dan tidak bersungguh sungguh, dan sering kali orangtua disalahkan karena tidak menerapkan disiplin. Banyak penelitian menyebutkan, diantara anak berbakat tidak berprestasi karena mengalami kesulitan yang terselubung (Silverman 2002).

Anak berbakat dapat pula mengalami gangguan belajar. Kelompok ini dibagi atas 3 subgroups yaitu:

  • Anak telah teridentifikasi sebagai berbakat tapi kesulitan disekolah. Anak ini pencapaiannya dibawah kemampuannya, kadang adanya kesulitan belajar tidak terdiagnosa, sampai sekolah memberikan tambahan stimulus, sehingga kesulitan dibidang akademik terlihat dia berada dibawah kemampuan seusianya;
  • Anak dengan kesulitan belajar yang berat, sehingga adanya kemampuan bakat tidak pernah dikenali. Baum 1985 menemukan 33% anak dengan kesulitan belajar mempunyai kemampuan intelektual yang superior. Anak2 ini tidak pernah mendapatkan program untuk anak berbakat;
  • Anak dengan kemampuan dan kesulitan belajar yang saling menutupi secara tumpang tindih. Anak ini berada dikelas regular, dan kemampuannya pada tingkat rata-rata (Brody 1997).

Anak berbakat, walau dengan atau tanpa berada dikelas akselerasi, tetapi mempunyai potensi untuk berkembang. Mereka termotivasi secara internal. Dengan adanya minat /ketertarikan dan kesempatan, anak akan termotivasi. Jadi bila anak tertarik akan sesuatu dan terdapat kesempatan atau tantangan yang sesuai, maka dia akan dapat berprestasi (Brody 1997).

CIRI-CIRI BAKAT BAWAAN ANAK CERDAS ISTIMEWA

Bakat kognitif: sangat memperhatikan; penuh keingin tahuan; sangat tertarik; atensinya panjang, kemampuan untuk mengetahui alasan (reasoning) sangat baik; perkembangan tentang abstraksi, konseptual dan sintemasis baik; dengan mudah dan cepat dapat melihat adanya hubungan antara ide, objek dan fakta; proses berpikirnya cepat dan fleksibel. Kemampuan untuk menyelesaikan masalah (problem solving) nya sangat baik; belajarnya cepat, dengan sedikit praktek dan pengulangan.

Bakat sosial dan emosional: tertarik dengan hal-hal philosofi dan sosial; sangat sensitive dan emosional; sangat memperhatikan kejujuran dan keadilan; perfeksionis; energic; rasa humornya berkembang baik; umumnya termotivasi dari dalam dirinya sendiri; hubungan baik dengan orangtua, guru dan orang dewasa lain.

Bakat bahasa: perbendaharaan katanya sangat banyak; dapat membaca pada usia sangat dini, membacanya cepat dan sangat luas; sering bertanya tentang “bagaimana kalau”.

Bakat yang lain: senang mempelajari sesuatu yang baru; menyenangi aktifitas intelektual; malakukan permainan intelektual; lebih memilih buku bacaan untuk anak yang lebih besar; skeptis, kritis dan penuh evaluative, perkembangannya asinkron (Bainbridge).

Menurut Bainbridge, anak berbakat sudah dapat terlihat sejak masak kanak, dimana anak menunjukan ciri-ciri sebagai berikut:

  • Pada usia dini tidak nyaman menghadapi hal yang sama (rutin) dengan waktu yang lama;
    Sangat siaga (alert);
  • Tidurnya sedikit;
  • Tahapan tumbuh kembang untuk berjalan dan mengucapkan satu kata lebih cepat disbanding anak seusia;
  • Dapat ditemukan keterlambatan bicara, tapi kemudian bicara dengan kalimat penuh;
  • Mempunyai keinginan kuat untuk eksplorasi, investigasi, lingkungan;
  • Sangat aktif dan bertujuan;
  • Dapat membedakan antara fantasi dan realitas.

PROSES BELAJAR PADA ANAK CERDAS ISTIMEWA

A. Dengan ditemukannya MRI kepala fungsional; dapat diketahui bagaimana proses berpikir pada anak cerdas istimewa.

Aktifitas otak yang ditimbulkannya menyeluruh, terencana dan kompeks dan memerlukan koordinasi yang beragam dari visual (penglihatan), spatial (ruang), verbal (tutur kata) dan daerah sensorik diotak. Jadi merupakan pengorganisir yang baik dari informasi multimodal (beragam). Jarang yang hanya berpikir dengan satu jenis rangsangan. Sehingga pada anak in diperlukan aspek edukasi yang terorganisir.
Pada anak ini juga terdapat peningkatan aktifasi sensorik dan kesiagaan. Pada dasarnya otak anak cerdas istimewa adalah hipersensitif, dan akan bertambah dengan latihan. Hal ini bukan hanya terjadi saat pemahaman awal, tapi juga saat melakukan pengumpulan kembali (rekoleksi). Karena impresi pemahaman awal berhubungan dengan proses pengumpulan impresi berikutnya; maka otak anak ini juga ditandai dengan adanya peningkatan efisiensi dan kapasitas memori.

Daya ingat tersebut tidak hanya untuk sesuatu yang jelas dan enduring memory, tapi juga ditandai dengan multimodal, melibatkan beberapa daerah memori misalnya asosiasi personal, modalitas sensorik yang beragam misalnya warna, suara, bau, gambar visual, verbal dan impresi yang dialami. Multimodalitas ini menunjukan pada anak cerdas istimewa akan membuat hubungan2 saraf yang tidak biasanya terjadi. Seringkali mereka mempunyai kemampuan special untuk berpikir secara asosiasi/menghubungkan (termasuk analogy dan metafora), dalam analisa dan keterampilan yang terorganisir.

Dengan adanya karakteristik otak yang special tersebut, anak cerdas istimewa menyenangi sensasi yang jelas, ingatan yang tidak biasa (extraordinary), senang mempelajari ilmu pengetahuan, mengadakan asosiasi yang beragam, kemampuan analitiknya lebih besar. Tapi karakteristik ini dapat menimbulkan efek lain yaitu kebenyakan input sensorik, emosional dan memori, hipersensitivitas sensorik,disorganisasi personal, cepat teralih dengan rangsang sensorik, proses yang terlambat karena banyaknya pilihan (option) dan kelelahan mental.

Untuk menjaga keseimbangan tersebut diperlukan kerjasama antara otak bagian depan kanan dan kiri; dimana otak kiri berfungsi sebagai pusat perencana gerak (menentukan tujuan prioritas, cara bekerja secara detail, strategi yang digunakan) dan otak kanan sebagai pusat kreatifitas (mengkombinasikan ide, sensasi, imaginasi, membuat pendekatan alternative). Kunci untuk dapat berpikir secara optimal adalah dengan mempertahankan komunikasi yang produktif dan kerjasama antara kedua otak. Keterampilanyang kelihatannya analitik, misalnya matematika, ternyata juga memerlukan imajinasi, berpikir asosiasi; sementara itu keterampilan yang tampaknya abstrak dan kreatif memerlukan perencanaan yang detail (Eide).

B. Beberapa anak berbakat, belajar secara efektif melalui proses non-auditory (bukan dengan proses pendengaran).

Karena anak ini sulit untuk belajar secara efektif dalam ruang kelas tradisional, sehingga penampilannya berada dibawah anak seusianya. Walaupun demikian, dengan sifat keberbakatannya, secara intrinsic mereka menyadari kekurangannya dalam pencapaian prestasi. Mereka mogok sekolah dan seringkali menjadi perusak dikelas atau dirumah menunjukan karakteristik anak berbakat dengan kesulitan belajar. Frustasi, konflik dari dalam, rasa bosan, sulit menemukan teman bermain yang sesuai, kepercayaan diri kurang (Pittelkow).

Anak ini disebut mengalami deficit proses pendengaran sentral (Central Auditory Processing Deficit, CAPD). Proses pendengaran sentral adalah keadaan dimana anak mengerjakan sesuai dengan suara yang didengar. Untuk itu anak harus mempunyai kemampuan untuk mendengar suara secara normal. Jadi harus dilakukan pemeriksaan untuk memastikan bahwa pendengarannya normal (Pittelkow).

Untuk suatu proses pendengaran sentral yang baik dibutuhkan:

  • Kemampuan untuk melokalisir dan menentukan arah suara;
  • Diskriminasi auditory, yaitu kemampuan untuk mengenal perbedaan antara beberapa suara yang berbeda;
  • Pengenalan pola auditory, yaitu kemampuan untuk mengenal pola suara misalnya silabel dan kata dengan multi silabel;
  • Pendengaran berdasarkan pola waktu; yaitu kemampuan untuk mengenali serangkaian suara secara berurutan berdasarkan waktu;
  • Kemampuan auditory untuk mengenali signal akustik yang bergradasi; misalnya bicaranya lembut, volume rendah;
  • Kemampuan auditory untuk mengenali kompetisi signal akustik; yaitu kemampuan untuk mendengar seseorang bicara ditempat keramaian.

Anak dengan CAPD akan menunjukan gejala ketidak ikut sertaan dalam diskusi dikelas atau tidak sesuai; kelihatan menarik diri, seolah tak mendengar, tidak memperhatikan dikelas dan mempunyai kesulitan dalam memusatkan perhatian terhadap presentasi yang memerlukan pendengaran, cepat teralih, bekerja baik dikelas yang terorganisir baik, kesulitan dalam mengikuti suruhan verbal yang kompleksdan melokalisir suara (Pittelkow).

Pada pemeriksaan dapat ditemukan adanya nilai kemampuan IQ verbal yang lebih rendah disbanding performance; kemampuan membaca dan mengejanya buruk, kurang trampil dalam hal motorik kasar dan halus, kemampuan menyanyi dan bermain music buruk, ada riwayat sakit telinga tengah; kemungkinan ada riwayat yang sama pada anggota keluarga (Pittelkow)

Karena pada anak berbakat (cerdas istimewa) biasanya terbentuk strategi belajar sendiri atau menggunakan pengetahuan yang sudah ada untuk menutupi kekurangannya, mereka tidak selalu menunjukan gejala tipikal CAPD. Kekurangan tersebut baru terlihat bila mereka harus berhadapan dengan situasi yang baru, dimana belum terbentuk strategi alternative.

Didalam kelas, anak cerdas istimewa yang mengalami CAPD hampir selalu menggunakan visual clues (patokan-patokan visual) untuk menyelesaikan tugas. Seringkali mereka sudah mengerti apa yang diterangkan guru, karena mereka telah belajar sendiri dirumah menggunakan computer, televise atau buku bacaan, sehingga mereka dapat mengikuti pelajaran dikelas. Dia dapat menebak apa yang diinginkan guru dari apa yang didengar dan yang dilihat. Atau sebaliknya anak tidak berpartisipasi dalam kegiatan lingkungan atau disruptif. (Pittelkow).

C. Cara belajar anak berbakat adalah melalui proses penglihatan (visual learner), proses berpikirnya berupa gambar dan memerlukan waktu yang lebih banyak untuk menerjemahkan gambar menjadi kata kata (Silverman 2002). Dapat disertai dengan adanya kelemahan dalam proses berurutan (sequential), pemanggilan kata, dan kesulitan dalam pekerjaan yang memerlukan keberuntunan misalnya membaca, mengeja, berhitung, menulis, mengorganisir (Silverman 2002).

Dapat membaca pada usia dini dan berpikir secara abstrak.

Mereka melihat secara 3 dimensi, sehingga dapat melihat objek dari berbagai perspektif. Mereka unggul dalam hal puzzles, membaca peta, konstruksi, seni, ilmu pengetahuan, music, mesin, computer, pemecahan masalah, kreatifitas dan empati. Kemampuan ini sesuai dengan jaman tehnologi, dan akan meningkatkan kesempatan bekerja pada usia dewasa. Tapi mereka tidak sesuai dengan tuntutan disekolah yang pola pengajarannya terfokus pada kemampuan otak kiri, keterampilan yang berurutan. Walau sudah ada perubahan dengan pola pengajaran disekolah, anak dengan pola pembelajaran visual tetap kurang berprestasi (Silvester 2002).

Terdapat beberapa penyebab mengapa anak berbakat tidak optimal berprestasi yaitu disfungsi integrasi sensorimotor, gangguan dalam memproses pendengaran sentral, kesulitan memproses visual, gangguan atensi (perhatian) dan hiperaktif, disleksia. Kebanyakan kelainan ini berpengaruh terhadap otak kanan, proses berurutan, dan meningkatkan kesempatan anak untuk menjadi otak kanan, dengan proses pembelajaran visual (Silvester 2002).

Dapat pula pada anak tersebut terdapat gangguan dengar yang terjadi pada usia 1 tahun, atau kesulitan pada saat dilahirkan sehingga akan mempengaruhi perencanaan gerak motorik halus, yang dibutuhkan untuk kelancaran gerak, kecepatan dan kenyamanan pada saat menulis (Silvester 2002); ini dapat diatasi dengan memberi kesempatan pada anak untuk menulis dengan menggunakan keyboard.

Sering kali ditemukan adanya keterlambatan motorik yang terjadi pada usia dini. Hal ini harus dikenali karena harus dikoreksi sebelum usia 8 tahun, dimana ini periode emas untuk memperbaiki disfungsi sensori motor. Sering kali karena melihat adanya keunggulan pada area kemampuan yang lain, guru dan dokter anak bersikap menunggu dan mengharapkan keterlambatan motorik tersebut akan membaik dan dapat mengejar keterlambatannya (Silvester 2002). Jadi harus dilihat adanya gerakan yang canggung, mengganti ganti tangan pada saat beraktifitas, tidak mampu menggerakan tangan menyilang garis tengah, kesulitan dalam menulis dan menggambar (Silvester 2002).

Infeksi telinga yang berulang akan berefek pada pendengaran frekuensi tinggi, yang berperan dalam mengatur proses bicara dan motorik halus untuk keberuntunan pada saat menulis. Frekuensi yang tinggi ini diproses di otak kiri, sedangkan frekuensi rendah diproses di otak kanan; sehingga adanya gangguan yang terjadi pada periode kritis belajar menyebabkan otak kiri kurang dirangsang dan kurang berkembang. Frekuensi tinggi ini berperan pada proses berurutan dan bahasa; itulah sebabnya gangguan disini akan menyebabkan kesulitan dalam menulis, yang banyak memerlukan keberuntunan (dari huruf – kata – kalimat – paragraph – laporan- ceritera - essay. Itulah sebabnya anak dengan visual learner tidak suka menulis (Silvester 2002). Doreen Kimura (1993) menemukan bahwa fungsi otak kiri juga banyak berhubungan dengan gerakan tertentu dari tangan dan dalam mengontrol otot mulut (oral) dan tangan. Pada perkembangan berikutnya dengan berkembangnya kemampuan manipulasi ketangkasan tangan, ini merupakan dasar yang berguna untuk membangun sistim komunikasi ; pertama tama dengan gesture (gerakan tubuh) dan menggunakan tangan kanan, kemudian menggunakan otot-otot untuk bicara (vocal), dengan demikian otak kiri ini berperan mengontrol sistim motorik yang berhubungan dengan ekspresi linguistic (bahasa) baik itu bicara maupun menulis (Springer & Deutch 1998).

Pada visual –spasial learner, tangan kanan yang banyak digunakan untuk menulis yang diatur oleh otak kiri lebih lemah dibanding otak kanan yang mengatur hal yang tidak berurutan (non sekuensial).
Pada anak yang sangat berbakat, pengaruh bahasa dan bicara tidak begitu terlihat karena ia dapat menggunakan sebab-sebab yang abstrak untuk menebak kata yang tidak jelas didengarnya. Tapi karena hanya sedikit korelasi antara kepandaian umum dan menulis tangan atau mengeja, kemampuan abstraksi ini tidak banyak menolong. Sehingga anak berbakat yang sering mendapat infeksi telinga pada usia 1 tahun, perkembangan bahasanya sering tepat waktu, tapi mengalami kesulitan dalam melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan menulis (Silvester 2002).

Proses menulis itu sendiri terdiri dari beberapa kemampuan yang saling berhubungan yaitu; memformulasikan gagasan, merubah gagasan menjadi sekumpulan kata, membuat menarik, menggunakan bahasa untuk mengekspresikan gagasan, membuat pikirannya cukup komunikatif dengan pembaca, ejaan, tata bahasa, pemisahan antar kata, penempatan huruf besar, pemilihan kata yang tepat, struktur kalimat, menulis (Silvester 2002).

Untuk visual learner hanya memformulasikan gagasan yang mudah dilakukannya, gagasan-nya cemerlang, sesuatu yang baru, ceritera yang menarik, memecahkan masalah. Tapi mengalami kesulitan dalam melakukan proses menulis yang selanjutnya, mereka kesulitan untuk merubah gagasan menjadi kata, tidak mau menulis, sehingga gagasan-nya yang banyak dan cemerlang tetap tertahan tidak tersekspresikan (Silvester 2002).

Mengorganisir pikiran kedalam bentuk yang komunikatif juga merupakan suatu proses yang berurutan.
Gambar adalah suatu kesatuan yang utuh, dan bukan suatu yang berurutan. Pada visual learner seluruh gagasan sama pentingnya dan seluruh detail pada gambar adalah saling berhubungan, jadi sulit untuk mengekspresikan gagasan-nya. Selain itu harus juga diperhatikan ejaan, tata bahasa, penggunaan kata, struktur kalimat, pemisahan kata, huruf besar, yang kesemua ini tidak ada hubungannya dengan gambar. Selain itu juga harus menulis tangan, yang sulit dikerjakan walaupun anak dapat menggambar detail dengan baik, karena gerakan motorik halus yang berurutan untuk menulis tidak dapat dikerjakan secara otomatis dan digunakan sebagai alat untuk belajar dan berekspresi (Silvester 2002).

Menulisnya buruk, ada yang menyebutnya disgrafia/ gangguan menulis (pedagogi), disfungsi integrasi sensori motor (okupasi terapi), gangguan visual motor, gangguan perkembangan koordinasi (psikolog), gangguan menulis. Ini bisa diatasi dengan menggunakan keyboard dan memperkenalkan computer sedini mungkin, dengan demikian akan merangsang kedua belahan otak (otak kanan & otak kiri) dan akan mengurangi kelemahan yang terjadi pada otak kiri.

Pembatasan waktu yang diberikan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan akan membuat visual learner panic dan tidak dapat berpikir. Mereka tidak dapat megeluarkan pengetahuannya dan tidak dapat menemukan kata-kata. Mereka membutuhkan lingkungan belajar yang lebih nyaman, tidak ada tekanan.
Pada anak yang banyak diam saat ulangan, kelihatannya berpikir lambat, selalu terahir dalam menyelesaikan tugas menulis, tulisannya lambat dan jelek, anak tersebut harus dirujuk untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Pada anak yang kelihatannya memproses sesuatu dengan lambat akan memerlukan lingkungan kelas yang tidak ada pembatasan waktu saat ulangan, perlu waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan pekerjaan dikelas, diijinkan mengerjakan pekerjaan dengan menggunakan keyboard, diijinkan menyelesaikan pekerjaan dirumah. Adaptasi tersebut akan bermanfaat untuk membuka jalan bagi anak untuk meningkatkan penerimaam dan melanjutkan ketingkat berikutnya (Silvester 2002).

PENANGANAN

1. Penanganan akan keberbakatannya

Karena terdapat peningkatan sensitifitas diotaknya, anak ini cenderung untuk belajar dengan sedikit pengulangan (repetition), dan memerlukan penjelasan yang sedikit dikelas; walau perlu diingat anak ini ada yang kemungkinan sensitive terhadap modalitas tertentu; pendengaran, penglihatan, kinestetik.
Peningkatan sensitifitas juga mengakibatkan anak mudah beralih perhatian, tapi bila ada tugas akan terfokus kembali. Diduga pengalihan perhatian ini merupakan salah satu dari sifat kreatifitasnya. Dan bila hipersensitifitas ini mengganggu proses belajar, harus dievaluasi dan ditangani (Eide)
Karena terdapat peningkatan daya ingat, anak ini hanya sedikit memerlukan pengulangan (review), akan dating kekelas dengan membawa pengetahuan dari luar kelas, karena anak ini memperoleh pengetahuan secara tidak langsung ( misalnya dari menguping, melihat, mengobservasi informasi yang didapatnya dari luar pendidikan formal).

Dengan demikian karena anak ini mampu dengan usaha yang sedikit untuk memperoleh standard pengetahuan dasar, kurikulum yang diberikan tidak dipenuhi dengan berbagai macam informasi, tapi lebih ditekankan pada proses berpikir secara seorang ahli; yaitu apa yang harus mereka lakukan dengan informasi yang telah mereka dapatkan. Jadi lebih ditekankan pada bagaimana mengorganisir dan memproses informasi. Mereka harus mengerti proses alamiah berpikir, mengerti kualitas informasi yang dipunyai dan mengerti bagaimana menggunakan informasi tersebut.

Dengan memahami proses alamiah berpikir, anak akan dibekali dengankemampuan memahami terjadinya daya ingat, proses sensorik, pengorganisasian mental dan pola belajar dan pembekalan tentang pengetahuan organisasi, interpersonal dan strategi pemecahan masalah yang lain. Pelatihan yang demikian akan membawa anak dapat menghadapi masalah spesifik dan proses belajar secara umum yang akan mendatangkan keberhasilan.

Dengan mengerti proses alamiah dari informasi, anak mempunyai kemampuan untuk mengevaluasi kualitas informasi yang diperoleh. Harus diperkenalkan bagaimana sebenarnya ilmu pengetahuan itu didapat dan memvalidasinya.

Dengan memberikan proses pelatihan bagaimana memahami struktur dan kekuatan argumentasi, dan bagaimana pengaruhnya terhadap pengetahuan yang telah kita peroleh, meningkatkan self awareness tentang proses berpikir dan mengemukakan masalah; proses memperoleh informasi itu sendiri, akan menjadikan mereka pemimpin yang produktif tidak hanya sebagai peninjau, tapi sebagai peserta aktif dalam mencari kemajuan dibidang ilmu pengetahuan (Eide)

2. Penanganan untuk kemungkinan adanya CAPD (Central Auditory Processing Deficit)

Pemeriksaan adanya CAPD dilakukan pada usia 7-12 tahun; karena bila dilakukan pada usia kurang dari 7 tahun, sangat dipengaruhi oleh berbagai variasi

Setiap hasil penilaian pemeriksaan pada anak cerdas istimewa harus dibandingkan dengan kemampuan usia mental, dan bukan dengan usia chronologisnya; jadi pada anak usia 9 tahun dengan usia kematangan mental berada pada usia 12 tahun; kemudian pada hasil pemeriksaan didapatkan hasil yang sesuai dengan usia 9 tahun, itu sudah merupakan masalah.

Pemeriksaan pada usia kurang dari 5 tahun disarankan dilakukan pada anak dengan riwayat radang telingan yang berulang; keterlambatan bicara dan bahasa, ketidak mampuan anak dalam melakukan keterampilan sesuai dengan usia, ketidak mampuan untuk melokalisir arah suara.

Pada CAPD; disarankan untuk melakukan intervensi dini pada saat otak mengalami pematangan dan mudah untuk diperbaiki dengan membentuk jaras baru (Pittelkow).

3. Terhadap kesulitan belajar

Kemampuan dasar seorang anak dari segi edukasi adalah mengingat abjad, belajar bunyi abjad, berhitung, melakukan proses berhitung, menulis.

Dari segi neurologi, keterampilan dasar anak adalah membedakan bunyi, persepsi bicara dalam keadaan yang ribut, persepsi visual, kemampuan sensori motor, kemampuan mengingat dan berbahasa, kemampuan untuk memperhatikan,motivasi, mengontrol impulsive (Eide 2006).

Normalnya kemampuan ini akan berkembang dengan adanya interaksi terhadap orang tua, saudara atau anak sebaya. Tapi pada anak dengan gangguan input sensorik atau hubungan fungsi integrasi, aktifitas rutin tidak cukup untuk merangsang terjadinya perkembangan yang optimal (Eide 2006).

4. Cara pengajaran

Menciptakan lingkungan pendidikan yang sesuai sedini mungkin akan menstimulasi keinginan belajar anak. Seorang anak yang penuh keingintahuan akan hilang minatnya bila penempatan kelas dan pendekatan guru tidak sesuai, misalnya pemberian tugas yang terlalu mudah atau terlalu sulit. Kemampuan anak untuk mengenali dan menyelesaikan masalah dengan beragam cara, tidak akan cocok dengan program pendidikan untuk anak berbakat yang tradisional atau tuntutan pada kelas spesifik dimana penentuan keberbakatan anak berdasarkan nilai prestasinya (Bainbridge).

Model pembelajaran pada anak akan mempengaruhi pencapaian/prestasi akademik.
Anak berbakat yang pencapaiannya tidak optimal, terjadi karena kemampuan visuo spasial-nya tinggi, tapi perkembangan kemampuan sequencing (keberurutan) kurang; sehingga mengalami kesulitan dalam hal fonic, mengeja, bahasa asing dan matematika. Hal ini dapat diatasi dengan memberikan cara pengajaran dan lingkungan yang lebih sesuai, tidak penuh tekanan, tidak penuh penuh kompetisi.

Menurut Whitmore (1980), terdapat 3 strategi untuk menangani anak berbakat dan anak dengan pencapaian yang tidak optimal yaitu:

  • Strategi suportif, yaitu dengan menciptakan tehnik dan design kelas yang menimbulkan perasaan bahwa anak adalah anggota keluarga dari kelas tersebut, termasuk metode untuk mendiskusikan masalah anak, design kurikulum yang berdasarkan kebutuhan dan minat anak, dan memberi kesempatan anak untuk mengumpulkan tugas tentang materi yang sudah dikuasainya.
  • Strategi intrinsic. Anak cerdas istimewa selalu mempunyai keinginan untuk belajar untuk meningkatkan potensi akademiknya. Suasana kelas harus mengundang dan memberi kesempatan anak untuk menunjukan usahanya. Guru tidak hanya menilai dari kesuksesan anak, tapi juga melihat usaha yang dilakukan anak,memberi kesempatan murid untuk melakukan evaluasi hasil pekerjaan sendiri, sebelum memberi nilai.
  • Strategi remedial. Guru harus menyadari bahwa anak dengan prestasi yang tidak optimal bukanlah anak yang sempurna; setiap anak mempunyai kekuatan dan kelemahan dalam hal kebutuhan sosial, emosional dan intelektual. Dengan strategi remedial anak diberi kesempatan untuk meningkatkan kekuatan dan minatnya dan kesempatan ini juga akan meningkatkan daerah spesifik kesulitan belajarnya. Hal ini akan bermanfaat bila ada minat dari anak dan dipilih guru yang sesuai (mengerti minat dan pola belajar anak), dengan strategi pembelajaran tambahan yagbertujuan untuk membantu anak. Ini akan berhasil untuk anak dengan kesulitan akademik yjangka pendek, tapi tidak untuk kelompok dengan underachiever yag sudah lama. Penanganan oleh guru yang tidak tepat akan lebih memperburuk keadaan anak.

    KESIMPULAN

    • Anak cerdas istimewa mempunyai naluri, dorongan dari dalam dirinya untuk mencari ilmu pengetahuan;
    • Proses berpikirnya multimodalitas, menyeluruh;
    • Terdapat hipersensiifitas dan peningkatan memori;
    • Anak cerdas istimewa tidak selalu menunjukan prestasi yang optimal;
    • Cara belajarnya visuospasial;
    • Harus dikenali adanya penyebab pencapaian yang tidak optimal;
    • Penanganan harus dimulai sedini mungkin, melibatkan medis untuk diagnostic, terapis dan guru;
    • Cara belajar harus disesuaikan dengan kondisi masing-masing anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar