Jumat, 19 Maret 2010

AUTIS BISA TERDETEKSI SEJAK DALAM KANDUNGAN

Stigma yang berkembang bahwa kaum Adam berhubungan dengan penyakit autis, mungkin ada benarnya. Baru-baru ini, para peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris menyatakan sejak masih dalam kandungan, seorang ibu bisa melakukan tes sebelum kelahiran untuk mengetahui kondisi si jabang bayi apakah menderita autis atau tidak. Tes dilakukan dengan meneliti kandungan hormon testosteron alias hormon laki-laki dalam kandungan.

Penelitian terbaru di Inggris itu melaporkan, janin di dalam kandungan yang terkena hormon testosteron tinggi memiliki risiko kelak akan berkembang menjadi anak autis. Tes ini berpotensi untuk memberikan suatu cara pengujian awal sebelum si bayi lahir ke dunia. Namun, tes tersebut juga memunculkan dimensi baru ke arah perdebatan mengenai etika dalam pemeriksaan.

Para peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris, menunjukkan kondisi abnormal dari tingkat testosteron tinggi di dalam rahim dapat menjadi salah satu pemicu ciri bawaan autis yang akan berkembang hingga sepuluh tahun kemudian. Profesor Simon Baron-Cohen, salah satu ahli autis di Universitas Cambridge dan rekan-rekannya, melakukan penelitian tersebut dengan mengukur tingkat testosteron di amniotic fluid 235 ibu hamil. Anak-anak mereka yang lahir kemudian diberikan serangkaian tes.

Ketika anak-anak mereka telah berusia tujuh hingga delapan tahun, ibu-ibu itu diminta mengisi kuesioner yang dirancang untuk mengetahui ciri bawaan autis. Ini termasuk apakah anak melakukan pilihan tersendiri dalam kegiatan sosialnya, ataukah si anak dapat mengingat dengan sangat baik nomor telepon.

Anak-anak yang telah terkena konsentrasi tinggi hormon testosteron memiliki nilai lebih tinggi dan sekitar 20 persennya masuk dalam variabel ciri autis. Temuan ini telah dipublikasikan di edisi terbaru British Journal of Psychology.

Menurut Cohen, anak-anak itu tidak diagnosa menderita autis. Tetapi penelitian telah menemukan korelasi antara testosteron dalam bayi yang belum lahir dan jumlah ciri bawaan yang ditampilkan. ''Penelitian melihat penyebab faktor autis tapi ini bukan sebuah tes penyaringan,'' ujarnya seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (12/1).

Cohen menggarisbawahi bahwa penelitian itu tidak bisa memastikan apakah hormon testosteron menjadi penyebab satu-satunya autis pada anak. "Kita semua mempunyai beberapa ciri bawaan autis, ini adalah sebuah spektrum atau perbedaan dimensi individu,'' jelasnya.

Cohen menambahkan, pihaknya terus-menerus bekerjasama dengan Biobank Inggris untuk menguji kaitan-kaitan hormon itu dengan autis di masa mendatang. Namun di lain pihak, para peneliti ini prihatin karena hasil tes tersebut bisa menyebabkan para orang tua terutama kaum ibu merasa tertekan dan lalu memilih menghentikan kehamilannya.

Surat kabar
The Guardian menyebutkan, penelitian yang diterbitkan di British Journal of Psychology itu berpotensi membuat ibu-ibu yang hamil berbondong-bondong melakukan tes awal tentang autis Hasil tes tersebut berpotensi membuat ibu-ibu untuk menghentikan kelahiran si bayi.

Wakil dari Uskup Katolik Inggris menyatakan, perdebatan untuk menghentikan kelahiran akibat kemungkinan bayi dalam kandungan terdeteksi autis seharusnya tak perlu terjadi. ''Satu-satunya jalan keluar adalah menghargai martabat dan nilai setiap manusia. Mereka harus dibiarkan hidup dan dikembangkan secara kreatif,'' jelasnya.

Juru bicara Masyarakat Autis Inggris menyatakan, tes autis selama kehamilan memang untuk mengidentifikasi kemungkinan janin terkena autis pada tahap awal. Tes ini juga memiliki potensi radikal untuk meningkatkan kualitas hidup si bayi jauh sebelum ia lahir, terutama hak lingkungan, pendidikan, dan dukungan secepat mungkin. ''Namun, sangat penting diingatkan bahwa tes awal tidak akan mengakibatkan peningkatan diskriminasi,'' tegasnya.

Autis sering disebut sebagai gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Di Inggris, persentase penderita autis mencapai satu di antara seratus anak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar