Jumat, 19 Maret 2010

Keistimewaan Anak Asperger


Cetak E-mail

Banyak berprestasi, tapi sering dianggap aneh. Memiliki kebiasaan yang tidak lazim serta memiliki minat yang sempit. Ketidaklaziman mereka membuat mereka sering dianggap aneh oleh kawan-kawannya di sekolah. Siapakah mereka dengan Asperger itu? Einstein adalah salah satunya. Tokoh lainnya yang tak kalah menakjubkan adalah Bill Gates. Menurut para ahli,baik Einstein maupun Gates, memiliki ciri yang sama yang juga ditemukan pada anak-anak Asperger. Kesamaannya antara lain adalah pada hubungan interpersonal yang tidak biasa (mereka sering sekali penyendiri), dan kebiasaan melakukan gerakan berulang tanpa maksud (Bill Gates sering mengayun-ayunkan kursi duduknya tanpa maksud)

Apakah anda mengetahui ada saudara atau mungkin kawan anda yang kemungkinan adalah anak asperger? Bagaimana mereka bisa dibantu? Bagaimana mengeluarkan potensi terbesar mereka? Jawabannya akan coba diterangkan dalam edisi APSInfo kali ini. Asperger pada dasarnya adalah sejenis autisma. Namun, ada perbedaan yang mencolok. Anak asperger biasanya memiliki tingkat kecerdasan yang tinggi. Namun, hanya pada bidang yang mereka anggap menarik saja. Kelebihan ini haruslah bisa dikenali hingga bisa kita bantu untuk dikembangkan. Siapa tahu, anak asperger yang anda kenal sekarang, 10 atau 15 tahun kemudian, akan menjelma menjadi Einstein, atau Bill Gates berikutnya. Siapa tahu bukan?

Makna, Penyebab dan Penanganan untuk Anak ASPERGER


Lorna Wing adalah tokoh pertama yang menggunakan istilah Sindrom Asperger dalam sebuah makalah yang dipublikasikan pada 1981. Ia menggambarkan sekumpulan anak dan orang dewasa yang memiliki karakteristik kecakapan dan perilaku yang untuk pertama kali dijelaskan oleh seorang pediatrik yang berasal dari Wina, Hans Asperger. Dalam tesis doktoral yang dipublikasikan pada 1944, Hans Asperger menggambarkan empat anak laki-laki yang benar-benar tidak lazim dalam kemampuan berinteraksi, linguistik, dan kognitifnya. Pada tahun 1990-an, Sindrom Asperger dipandang sebagai sebuah varian autisme dan kelainan perkembangan pervasif, yaitu suatu kondisi yang mempengaruhi perkembangan kecakapan dalam rentang yang luas. Kini, Sindrom Asperger dianggap sebagai suatu subkelompok dalam spektrum autistik dan memiliki kriteria diagnostik tersendiri (Attwood, 2002).

Para pengidap Sindrom Asperger mempersepsi dunia secara berbeda. Bagi mereka, semua orang sangat aneh dan membingungkan. Cara mereka dalam mempersepsi dunia kerap membawa mereka ke hal yang bertentangan dengan cara-cara berpikir, berperasaan, dan berperilaku yang konvensional (Attwood, 2002).

Kesulitan anak Asperger dalam besosialisasi dapat membuat mereka menjadi sangat stres di sekolah. Banyak kendala yang akan ditemukan pada saat anak Asperger memasuki masa remaja Untuk menghadapi hal tersebut, orang tua disarankan untuk segera mencari ahli profesional untuk melakukan intervensi yang diperlukan sesegera mungkin dengan berterus terang kepada guru atau kepala sekolah dan membawa referensi dari ahli tersebut.

Tanpa pemberitahuan dari orang tua, pihak sekolah, dan teman-teman sebaya, anak-anak Asperger sulit untuk mengetahui bahwa mereka berbeda. Hal inilah yang biasanya dapat menjadi pemicu terjadinya masalah serius pada anak Asperger. Mereka membutuhkan bantuan untuk menemukan cara beradaptasi dengan dunia sebagaimana mestinya, sehingga mereka dapat memanfaatkan keterampilan khususnya secara konstruktif, menggunakan keterampilan-keterampilan tertentu tanpa berkonflik dengan orang lain, dan sebisa mungkin mampu mencapai kemandirian pada tingkat tertentu dalam kehidupan orang dewasa serta hubungan sosial yang positif (Attwood, 2002).

Apakah Sindrom Asperger (asperger syndrome/AS) berbeda dengan Autism?

Menurut Ibu Endang Widyorini dari Pusat Keberbakatan Universitas Soegijapranata Semarang, Sindrom Asperger adalah sindrom yang mempunyai kecenderungan menyerupai pola perilaku para penderita autis di mana mereka susah berkomunikasi dan berinteraksi sosial namun penderita sindrom ini mempunyai intelegensi dan kemampuan verbal yang normal. Artinya, mereka sehat-sehat saja dan tidak mengalami keterbelakangan mental seperti kebanyakan anak-anak autis

Penderita sindrom Asperger rata-rata memiliki gramatikal dan vocabulary yang cukup baik pada masa awal pertumbuhannya. Hanya saja mereka tidak bisa menerapkan bahasa secara harafiah dan kontekstual atau dengan kata lain tidak mempunyai kemampuan mengungkapkan pesan melalui penggunaan bahasa dengan lancar sehingga mereka susah diterima oleh komunitas sosial. Kita tidak bisa mengerti dan memahami apa yang ingin disampaikannya karena penderita sindrom ini memiliki gangguan sistem saraf sehingga mereka tidak mempunyai koordinasi yang baik untuk berkomunikasi. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering menjumpai orang yang tidak bisa berbahasa dengan lancar, terdengar kaku, sangat formal . Tidak jarang dari mereka mempunyai potensi tersembunyi dalam dirinya dan bahkan mungkin lebih jenius ketimbang orang normal

.Penyebab Asperger

Menurut Attwood (2002), hal-hal yang dapat menyebabkan seseorang memiliki gangguan Asperger, antara lain:

· Gangguan pada saat kelahiran atau kehamilan

· NeurologisSindrom Asperger merupakan suatu gangguan perkembangan yang mengacu pada disfungsi struktur dan sistem dalam otak.

Penanganan untuk anak Asperger

Menurut Attwood (2002), ada beberapa strategi yang dapat dilakukan untuk mengatasi gejala-gejala yang dimunculkan oleh seseorang yang mengalami gangguan Asperger, antara lain:

1) Bila ada gangguan perilaku sosial, pelajari cara untuk:

- Mengawali, memelihara, dan mengakhiri permainan kelompok

- Bersikap fleksibel, kooperatif, dan mau bebagi

- Mempertahankan kesendirian tanpa mengganggu orang lain

· Doronglah seorang teman untuk bermain dengan anak di rumah

· Daftarkan anak di perkumpulan-perkumpulan atau kelompok-kelompok

· Ajari anak untuk mengamati anak-anak lain untuk menunjukkan hal yang harus dilakukan

· Doronglah permainan-permainan yang kompetitif dan kooperatif

· Doronglah anak untuk menjalin persahabatan yang prospektif

· Sediakan hiburan di saat-saat istirahat

· Sediakan guru pendamping

Gunakan kisah-kisah tentang sosial untuk memahami petunjuk-petunjuk dan tindakan-tindakan bagi situasi-situasi sosial tertentu

2) Bila ada masalah bahasa, bantu anak untuk pelajari :

- Komentar-komentar pembuka yang tepat

- Cara untuk mencari bimbingan ketika mengalami kebingungan

· Ajari petunjuk-petunjuk tentang saat untuk membalas, menginterupsi, atau mengubah topik

· Berbisiklah di telinga anak tentang ucapan yang harus dikatakan kepada orang lain

· Gunakan kisah-kisah tentang bermasyarakat dan percakapan dalam bentuk komik sebagai suatu representasi lisan atau piktoral pada tingkat komunikasi yang berbeda

· Ajarkan bagaimana memodifikasi tekanan, irama, dan nada untuk menekankan kata-kata kunci dan emosi-emosi terkait

3) Pada masalah minat dan rutinitas :

· Ajari konsep waktu dan jadwal untuk menunjukkan rangkaian aktivitas

· Kurangi tingkat kecamasan anak 4) Masalah koordinasi motorik yang kikuk, bantu anak untuk :

· Memperbaiki keterampilan-keterampilan menangkap dan melempar bola sehingga anak bisa turut bermain bola

· Menggunakan perangkat permainan di taman bermain dan tempat berolahraga

· Pengawasan dan dorongan untuk memperlambat tempo gerakan

· Merujuk pada ahli kesehatan yang relevan 5) Pada masalah kognisi, Bantu anak untuk :

· Belajar memahami perspektif dan pikiran-pikiran orang lain dengan menggunakan permainan peran dan instruksi-instruksi

· Dorong anak untuk berheni memikirkan perasaan orang lain sebelum mereka bertindak atau berbicara

· Belajar untuk meminta pertolongan, terkadang menggunakan sebuah kode rahasia

· Periksa apakah anak menggunakan strategi yang tidak konvensional dalam membaca, menulis, atau berhitung

· Hindari kritik dan omelan 6) Masalah kepekaan sensoris

· Minimalkan bunyi yang ada di sekitar kita, khususnya bila sejumlah orang berbicara pada waktu yang sama

· Lakukan terapi integrasi sensoris

· Kurangi sensitivitas pada area tertentu dengan menggunakan pemijatan dan vibrasi

· Hindari cahaya yang terlalu terang

· Dorong anak untuk melaporkan rasa sakit yang dialami tubuhnya

Mengenal Sindrom Asperger

Sindrom Asperger merupakan kekacauan perkembangan yang mempengaruhi kemampuan seorang anak untuk bersosialisasi dan berkomunikasi secara efektif dengan orang lain. Anak-anak dengan sindrom asperger menunjukkan kejanggalan sosial yang khas dan menunjukkan ketertarikan pada suatu topik pembicaraan tertentu .

Perkiraan konservatif menunjukkan 2 dari 10.000 anak-anak mempunyai sindrom asperger, dan telah ditemukan tiga sampai empat kali anak laki-laki yang mempunyai kekacauan seperti ini berlaku seperti perempuan. Sampai saat ini belum ditemukan obat untuk sindrom asperger, tetapi perlakuan yang baik dapat membantu anak-anak untuk belajar bagaimana bergaul lebih baik dengan teman sebayanya.

Tanda-tanda yang terlihat dari sindrom asperger antara lain :

- menarik perhatian di satu sisi, pembicaraan yang bertele-tele, tidak mempedulikan jika seorang pendengar mendengarkan atau coba mengganti pokok pembicaraan.

- memperlihatkan komunikasi non verbal yang tidak biasa, seperti menghindari bertatapan mata, jarang sekali memperlihatkan ekspresi wajah, atau memperlihatkan gerak badan dan isyarat yang aneh

- menunjukkan ketertarikan yang hebat terhadap satu atau dua hal tertentu, subyek yang terbatas seperti statistik permainan baseball, jadwal kereta api, cuaca atau ular

- kelihatan tidak mengerti, merasa empati atau sensitif dengan perasaan orang lain

- sulit untuk ''membaca'' atau untuk memahami kejenakaan orang lain

- berbicara dengan suara yang monoton, kaku, atau tidak biasa cepat

- pergerakannya kikuk- mempunyai sikap yang aneh dan gaya berjalannya kaku.

Kenali Ciri Asperger

ISTILAHAsperger's Syndrome sebelumnya mungkin masih asing di telinga Anda. Akan tetapi, penayangan film Bollywood My Name is Khan turut mengingatkan kembali tipe autisme ringan ini.

Dalam film ini, tokoh utama Rizwan Khan didiagnosis menderita Asperger's syndrome. Khan digambarkan sebagai anak dengan perilaku agak aneh (sering meremas-remas batu) tetapi berbakat (memperbaiki setiap mesin yang rusak).

Apa itu Asperger's syndrome?Asperger's syndrome merupakan salah satu tipe pervasive development disorder (PDD). PDDs merupakan sekelompok kondisi termasuk keterlambatan perkembangan keahlian dasar seperti keterampilan bersosialisasi dengan, berkomunikasi dan menggunakan imajinasi.

Meskipun Asperger's syndrome mempunyai kesaman dengan autisme (jenis PPDs yang lebih parah), gangguan ini juga memiliki perbedaan di beberapa bidang. Anak-anak dengan Asperger's syndrome pada umumnya mempunyai fungsi lebih baik dibandingkan anak-anak autisme.

Selain itu, anak-anak dengan Asperger's syndrome umumnya mempunyai kecerdasan normal. Dan meskipun mereka kemungkinan mengalami gangguan berkomunikasi setelah dewasa, anak dengan Asperger's syndrome cenderung mempunyai perkembangan bahasa yang mendekati normal.

Nama gangguan ini diambil dari nama dokter Asal Austria, Hans Asperger, yang pertama kali menggambarkan gangguan ini pada 1944.

Gejala

Gejala Asperger's syndrome bervariasi dan mempunyai rentang dari ringan hingga berat. Gejala-gejala umum termasuk:

Gangguan keterampilan sosial. Anak-anak dengan Asperger's syndrome pada umumnya kesulitan berinteraksi dengan orang lain dan seringkali kaku dalam situasi sosial. Pada umumnya mereka sulit berteman.

Perilahu eksentrik atau kebiasaan yang berulang-ulang. Anak-anak dengan kondisi ini kemungkinan melakukan gerakan yang berulang-ulang, seperti meremas-remas atau memutar jari tangan.

Ritual yang tidak biasa. Anak dengan Asperger's syndrome kemungkinan mengembangkan ritual yang selalu diikuti, seperti mengenakan pakaian dengan urutan tertentu.

Kesulitan komunikasi. Orang-orang dengan Asperger's syndrome kemungkinan tidak melakukan kontak mata saat berbicara dengan seseorang. Mereka mungkin bermasalah menggunakan ekspresi dan gerak tubuh serta kesulitan memahami bahasa tubuh. Selain itu, mereka cenderung bermasalah memahami bahasa dalam konteks.

Keterbatasan ketertarikan. Anak dengan Asperger's syndrome kemungkinan memiliki ketertarikan yang intens bahkan terobsesi terhadap beberapa bidang, seperti jadwal olahraga, cuaca atau peta.

Masalah koordinasi. Gerakan anak dengan Asperger's syndrome kelihatan ceroboh dan kaku.

Berbakat. Banyak anak dengan Asperger's syndrome sangat berbakat di bidang tertentu, seperti musik atau matematika.

Penyebab

Penyebab pasti gangguan ini masih belum diketahui. Akan tetapi, fakta menunjukkan adanya kecenderungan bahwa gangguan ini diturunkan dalam keluarga.

Frekuensi

Jumlah pasti orang yang mengalami gangguan ini belum diketahui. Tapi, gangguan ini dinyatakan lebih umum dibandingkan autisme. Berdasarkan perkiraan yang dikutip situs webmd.com, sindrom ini dialami oleh 0,024 hingga 0,36 persen dari anak-anak. Gangguan ini lebih umum dialami laki-laki dibandingkan perempuan dan biasanya terdiagnosis saat anak berusia antara dua dan enam tahun.

Terapi

Asperger's syndrome belum bisa disembuhkan sepenuhnya. Akan tetapi, Anda bisa mencoba penanganan yang bisa meningkatkan fungsi dan mengurangi perilaku yang tidak diinginkan. Orang dengan Asperger's syndrome biasanya ditangani dengan kombinasi dari langkah-langkah berikut:

Pendidikan khusus: Pendidikan yang didisain untuk memenuhi kebutuhan pendidikan anak yang unik.

Modifikasi perilaku: Hal ini meliputi strategi untuk mendukung perilaku positif dan mengurangi perilaku bermasalah.

Terapi bicara, fisik dan terapi okupasional: Terapi ini didisain untuk meningkatkan kemampuan fungsional anak.

Obat-obatan. Tidak ada obat yang khusus untuk menangani Asperger's syndrome. Tapi, obat-obatan bisa digunakan untuk mengatasi gejala khusus, seperti kecemasan, depresi, serta perilaku yang hiperaktif dan terobsesi.



AUTIS BISA TERDETEKSI SEJAK DALAM KANDUNGAN

Stigma yang berkembang bahwa kaum Adam berhubungan dengan penyakit autis, mungkin ada benarnya. Baru-baru ini, para peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris menyatakan sejak masih dalam kandungan, seorang ibu bisa melakukan tes sebelum kelahiran untuk mengetahui kondisi si jabang bayi apakah menderita autis atau tidak. Tes dilakukan dengan meneliti kandungan hormon testosteron alias hormon laki-laki dalam kandungan.

Penelitian terbaru di Inggris itu melaporkan, janin di dalam kandungan yang terkena hormon testosteron tinggi memiliki risiko kelak akan berkembang menjadi anak autis. Tes ini berpotensi untuk memberikan suatu cara pengujian awal sebelum si bayi lahir ke dunia. Namun, tes tersebut juga memunculkan dimensi baru ke arah perdebatan mengenai etika dalam pemeriksaan.

Para peneliti dari Universitas Cambridge, Inggris, menunjukkan kondisi abnormal dari tingkat testosteron tinggi di dalam rahim dapat menjadi salah satu pemicu ciri bawaan autis yang akan berkembang hingga sepuluh tahun kemudian. Profesor Simon Baron-Cohen, salah satu ahli autis di Universitas Cambridge dan rekan-rekannya, melakukan penelitian tersebut dengan mengukur tingkat testosteron di amniotic fluid 235 ibu hamil. Anak-anak mereka yang lahir kemudian diberikan serangkaian tes.

Ketika anak-anak mereka telah berusia tujuh hingga delapan tahun, ibu-ibu itu diminta mengisi kuesioner yang dirancang untuk mengetahui ciri bawaan autis. Ini termasuk apakah anak melakukan pilihan tersendiri dalam kegiatan sosialnya, ataukah si anak dapat mengingat dengan sangat baik nomor telepon.

Anak-anak yang telah terkena konsentrasi tinggi hormon testosteron memiliki nilai lebih tinggi dan sekitar 20 persennya masuk dalam variabel ciri autis. Temuan ini telah dipublikasikan di edisi terbaru British Journal of Psychology.

Menurut Cohen, anak-anak itu tidak diagnosa menderita autis. Tetapi penelitian telah menemukan korelasi antara testosteron dalam bayi yang belum lahir dan jumlah ciri bawaan yang ditampilkan. ''Penelitian melihat penyebab faktor autis tapi ini bukan sebuah tes penyaringan,'' ujarnya seperti dilansir kantor berita AFP, Senin (12/1).

Cohen menggarisbawahi bahwa penelitian itu tidak bisa memastikan apakah hormon testosteron menjadi penyebab satu-satunya autis pada anak. "Kita semua mempunyai beberapa ciri bawaan autis, ini adalah sebuah spektrum atau perbedaan dimensi individu,'' jelasnya.

Cohen menambahkan, pihaknya terus-menerus bekerjasama dengan Biobank Inggris untuk menguji kaitan-kaitan hormon itu dengan autis di masa mendatang. Namun di lain pihak, para peneliti ini prihatin karena hasil tes tersebut bisa menyebabkan para orang tua terutama kaum ibu merasa tertekan dan lalu memilih menghentikan kehamilannya.

Surat kabar
The Guardian menyebutkan, penelitian yang diterbitkan di British Journal of Psychology itu berpotensi membuat ibu-ibu yang hamil berbondong-bondong melakukan tes awal tentang autis Hasil tes tersebut berpotensi membuat ibu-ibu untuk menghentikan kelahiran si bayi.

Wakil dari Uskup Katolik Inggris menyatakan, perdebatan untuk menghentikan kelahiran akibat kemungkinan bayi dalam kandungan terdeteksi autis seharusnya tak perlu terjadi. ''Satu-satunya jalan keluar adalah menghargai martabat dan nilai setiap manusia. Mereka harus dibiarkan hidup dan dikembangkan secara kreatif,'' jelasnya.

Juru bicara Masyarakat Autis Inggris menyatakan, tes autis selama kehamilan memang untuk mengidentifikasi kemungkinan janin terkena autis pada tahap awal. Tes ini juga memiliki potensi radikal untuk meningkatkan kualitas hidup si bayi jauh sebelum ia lahir, terutama hak lingkungan, pendidikan, dan dukungan secepat mungkin. ''Namun, sangat penting diingatkan bahwa tes awal tidak akan mengakibatkan peningkatan diskriminasi,'' tegasnya.

Autis sering disebut sebagai gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Di Inggris, persentase penderita autis mencapai satu di antara seratus anak.

AUTISME

DEFINISI DAN KARAKTERISTIK PERILAKU AUTISME
Kriteria Autisme berdasarkan DSM-IV:
A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3), dengan minimal dua gejala dari (1) dan masing-masing satu gejala dari (2) dan (3).

(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus ada 2 gejala dari gejala di bawah:

a. tak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai: kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak-gerik yang kurang terarah,
b. tak bisa bermain dengan teman sebaya,
c. tak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain,
d. kurangnya hubungan emosional dan sosial yang timbal balik.

(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi seperti ditunjukkan oleh minimal satu dari gejala-gejala berikut:

a. bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara),
b. Bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi,
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang,
d. Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang bisa meniru.

(3) Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan kegiatan. Sedikitnya harus ada satu dari gejala berikut ini:

a. Mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang khas dan berlebih-lebihan.
b. Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada gunanya.
c. Ada gerakan-garakan yang aneh, khas, dan diulang-ulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda tertentu.

B. Sebelum umur 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang: (1) interaksi sosial; (2) bicara dan berbahasa; (3) cara bermain yang kurang variatif.
C. Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau Gangguan Disintegratif Masa Kanak.

Karakteristik Perilaku Bermain pada Penyandang Autisme

•perilaku yang khas
•menjaga jarak dengan orang lain
•lebih sering sendiri atau paralel
•bermain lebih sedikit dibanding non autistik
•lebih sedikit menggunakan alat bermain dan kemampuan bermain sangat terbatas
•kesulitan dalam bermain pura-pura dan menirukan sesuatu yang dilakukan orang lain.

ATTENTION DEFICITS AND HYPERACTIVITY DISORDER (ADHD)

DEFINISI

 kondisi neurologis yang menimbulkan masalah dalam pemusatan perhatian dan hiperaktivitas-impulsivitas, dimana tidak sejalan dengan perkembangan usia anak.
 lebih kepada kegagalan perkembangan dalam fungsi sirkuit otak yang bekerja dalam menghambat monitoring dan kontrol diri, bukan semata-mata gangguan perhatian seperti asumsi selama ini.

2 kategori utama perilaku ADHD

 kurangnya kemampuan memusatkan perhatian
 hiperaktivitas-impulsivitas.

Manifestasi Perilaku

1. Kurangnya kemampuan memusatkan perhatian dapat muncul dalam perilaku:
a. Ketidakmampuan memperhatikan detil atau ceroboh
b. Kesulitan memelihara perhatian terhadap tugas atau aktivitas bermain
c. tidak perhatian saat bicara dengan orang lain
d. Tidak mengikuti perintah dan gagal menyelesaikan tugas
e. sulit mengorganisasikan tugas dan aktivitas

2. hiperaktivitas-impulsivitas sering muncul dalam perilaku:

a. gelisah /tidak tenang di tempat duduk
b. sering meninggalkan tempat duduk di kelas / situasi lain dimana seharusnya duduk tenang
c. berlari atau memanjat berlebihan, selalu terburu-buru atau bergerak terus seperti mesin
d. kesulitan bermain/terlibat dalam aktivitas yang menyenangkan
e. sering menjawab pertanyaan sebelum selesai. (Impulsivitas), berbicara terlalu banyak
f. sulit menunggu giliran (Impl) menyela atau memaksakan pendapat kepada orang lain (Imp)

Diagnosa menurut DSM-IV

A. (1) atau (2)
(1) memenuhi 6 atau lebih gejala kurangnya pemusatan perhatian paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan;
(2) memenuhi 6 atau lebih gejala hiperaktivitas-impulsivitas paling tidak selama 6 bulan pada tingkat menganggu dan tidak sesuai dengan tingkat perkembangan

B. Gejala kurangnya pemusatan perhatian atau hiperaktivitas-impulsivitas muncul sebelum usia 7 tahun.
C. Gejala-gejala tsb muncul dalam 2 seting atau lebih (di sekolah, rumah, atau pekerjaan)¨C.Harus ada bukti secara klinis adanya gangguan dalam fungsi sosial, akademik, atau pekerjaan.
D. Gejala tidak terjadi mengikuti gangguan perkembangan pervasive, skizofrenia, atau gangguan psikotik lainnya dan tidak dilihat bersama dengan gangguan mental lain (gangguan suasana hati, gangguan kecemasan, atau gangguan kepribadian).

Mengapa dia ADHD? (FAKTOR PENYEBAB)

 aspek genetik atau biologis
 kelahiran prematur, penggunaan alkohol dan tembakau pada ibu hamil, dan kerusakan otak selama kehamilan
 zat aditif pada makanan, gula, ragi, atau metode pengasuhan anak yang kering

PENYEBAB ANAK MENJADI PENDERITA AUTISME ( ADD, ADHD, ASPERGER)

Suatu fenomena aneh terjadi saat ini, dimana banyak anak-anak jaman sekarang menderita autisme (add- attention defisit disorder, adhd-attention defisit hyperaktive disorder... bagaimana cara menanganinya dapat dibaca disini.

Saya lalu berusaha mencari penyebabnya, berdasarkan banyak informasi yang saya peroleh, baik dari media maupun orangtua penderita langsung, maka saya mencoba memberikan masukan tentang faktor penyebabnya, memang masih harus dibutuhkan penelitian dari para ahli lebih lanjut tentang sahih atau tidak sahihnya faktor penyebab ini.

Faktor-Faktor Penyebab Anak menjadi penderita Autisme ( ADD, ADHD, Asperger):

1.Tambalan gigi ibu hamil

KADAR TIMBAL TINGGI

Banyak dari anak penderita add/adhd memiliki kadar timbal yang lebih banyak dari anak-anak lain yang menyebabkan berubahnya susunan dan fungsi sel otak.

hal itu dipengaruhi karena kandungan timah/ logam yang ada dalam tambalan gigi si ibu, memang tidak semuanya tambalan gigi memakai unsur logam tapi hal itu

perlu ditanyakan kepada dokter gigi yang bersangkutan.

2. KAndungan Nutrisi dalam SUSU - AHA, DAH, FOLAT dan unsur lain...

Memang sepertinya kita ingin bayi kita pintar dan sehat... tapi ada penelitian yang mengatakan bahwa kandungan ini malah memicu terjadinya perubahan sel dalam otak anak tersebut. Bukannya anak kita malah jadi tidak boleh minum susu, tapi diperhatikan dulu apakah memang ada kegunaannya susu-susu mahal itu.

3. Kandungan CO2 dalam udara

Bagi para ibu hamil dan menyusui disarankan untuk memakai masker atau setidaknya menutup hidung ketika memasuki kawasan berpolusi, di belakang angkot atau kalau ada motornya ary thok lewat... hehehe...

4. PRODUK KOSMETIK PEMUTIH WAJAH DAN KULIT segala jenis

Maaf kepada pencinta kulit putih tapi pucat... hehehe.... dalam kosmetik mu pasti ada mercury nya walaupun itu kadarnya 0,00001 persen, jangan lansung percaya produk, lihat dan teliti. Lha daripada anak lahir menjadi penderita autisme...aku sudah ingatkan lho ya...

5. KADAR STRESS Ibu yang mengandung

Hendaknya kadar stress dapat dijaga. Tugas besar para suami untuk SIAGA- Siap Antar Jaga... hehehe...

6. Pola makan dan kebiasaan makan yang buruk

Bukan saya ingin mengajari, tapi bukankah menjadi ibu adalah dambaan setiap wanita? merasa beruntunglah dan bersyukur akan kehidupan baru itu...

7. Kesalahan Pola Asuh Anak

Ini bisa dilihat di metro tv tiap minggu apa ya... Nanny 911 ... lihatlah bagaimana kesalahan pola asuh orangtua

menjadikan anak menjadi liarr ( pinjam kata2 jf ) dan suka menentang ( pinjem kata-kata hai2) orang tua , bagaimana anak akan mendengarkan

guru di sekolah jika di rumah saja sudah tidak bisa diatur, tidak ada disiplin dan semaunya sendiri...

8. Keterlambatan Terapi

Orangtua menganggap anaknya normal-normal saja dan tidak mau mendengar keluhan guru tentang anaknya. Merasa malu jika anaknya harus diterapi padahal hal itu

sangat dibutuhkan oleh si anak.

Alergi Makanan Berbuntut Autisme

Alergi makanan disebut sebagai salah satu faktor pencetus autisme pada anak. Namun, banyak orangtua yang tak mengetahui hal ini. Mereka baru ngeh setelah anak tumbuh besar dan telanjur sulit ditangani. Kalau saja kesadaran akan bahaya alergi makanan itu datang sejak dini, penderitaan anak dapat jauh dikurangi.


Alergi makanan merupakan kumpulan gejala yang mengenai banyak organ dan sistem tubuh, yang ditimbulkan oleh alergi terhadap makanan tertentu. Pada anak-anak, alergi makanan dapat menyerang semua organ tanpa kecuali, mulai dari ujung dahi sampai ujung jempol kaki. Bahaya dan komplikasi yang muncul pun beragam. Reaksi atas alergi makanan (biasa disebut manifestasi klinis) berpotensi mengganggu semua sistem dan organ tubuh.
Keluhan alergi sering muncul dengan sangat misterius. Jadwalnya berubah-ubah, datang dan pergi tanpa permisi. Kadang berulang. Minggu ini sakit tenggorokan, minggu depan mungkin saja sakit kepala, pekan depannya kena diare, atau sulit makan berminggu-minggu lamanya. Bagaimana keluhan yang berubah-ubah secara misterius itu terjadi? Entahlah, karena sampai saat ini masih menjadi misteri bagi para peneliti alergi.

Yang banyak disepakati, alergi dianggap sebagai proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi (cepat atau lambat), tetapi juga bersifat kronis dan kompleks. Gejala klinisnya terjadi karena reaksi imunologi dalam tubuh, yang muncul untuk menangkis serangan terhadap organ sasaran. Menurut teori ini, jika organ sasarannya paru-paru, maka manifestasi klinisnya berupa batuk atau asma. Bila sasarannya kulit, ya akan terlihat seperti urtikaria (rasa gatal pada kulit yang disertai bentol-bentol merah).

Menyerang pusat saraf

Celakanya, tak hanya paru-paru atau kulit yang kerap jadi sasaran tembak. Sistem susunan saraf pusat atau otak pun dapat terganggu oleh reaksi alergi. Apalagi otak merupakan organ tubuh yang sangat sensitif dan lemah. Jika fungsi otak terganggu, banyak sekali kemungkinan manifestasi klinisnya, termasuk gangguan perkembangan dan perilaku, semisal gangguan konsentrasi, gangguan perkembangan motorik, gangguan emosi, keterlambatan bicara, hiperaktif, hingga autisme.

Austisme sendiri diyakini para peneliti sebagai kelainan anatomis pada otak. Secara ilmiah telah dibuktikan, autisme merupakan penyakit yang disebabkan oleh banyak hal atau multifaktor. Selain karena alergi makanan, ada ahli yang menyebut autisme timbul karena gangguan biokimia. Sementara ahli lain menyebutnya sebagai gangguan jiwa, akibat masuknya unsur logam berat dan bahan-bahan berbahaya ke dalam tubuh.

Namun, apa pun penyebabnya, autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif pada anak, yang ditandai dengan gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial. Bagaimana alergi makanan sampai mengganggu fungsi otak, sehingga menyebabkan autisme, pun masih menjadi misteri buat para ahli. Dari sana muncul beberapa teori yang mungkin bisa menjelaskan hal tersebut.

Selain teori gangguan organ sasaran seperti yang dijelaskan di muka, ada juga teori pengaruh metabolisme sulfat, teori gangguan perut dan otak, serta teori pengaruh reaksi hormonal. Gangguan metabolisme sulfat mempengaruhi, otak, jika ada bahan makanan yang mengandung sulfur masuk ke dalam tubuh. Bahan makanan itu – melalui proses konjugasi fenol – kemudian diubah menjadi sulfat yang kelak dibuang melalui urine.

Namun, proses itu bisa tidak berjalan mulus pada orang tertentu. Pada penderita alergi yang memiliki gangguan saluran cerna, akan terjadi gangguan pada proses metabolisme sulfur tersebut. Akibatnya, pengeluaran sulfat melalui urine menjadi tidak lancar, sekaligus mengubah sulfur menjadi sulfit. Sulfit inilah yang mengakibatkan gangguan pada kulit. Bersama beberapa zat toksin, sulfit juga mengganggu fungsi otak.

Toh, lepas dari peran zat kimia beracun yang tidak sempat dibuang tubuh (sulfit dan kawan-kawan), saluran cerna sendiri memang rentan terhadap gangguan alergi. Teori gangguan pencernaan dan kaitannya dengan sistem saraf pusat itu, kini sedang menjadi perhatian utama para ahli alergi. Karena dipercaya dapat mendekati fakta, bagaimana alergi pada akhirnya muncul menjadi gangguan perilaku, termasuk autisme.

Sementara teori keterkaitan hormon dengan peristiwa alergi dilaporkan oleh cukup banyak peneliti. Perubahan hormonal dapat menyebabkan gangguan pada fungsi otak dan perilaku. Penderita alergi biasanya mengalami penurunan hormon, seperti kortisol dan metabolik. Sebaliknya, hormon progesteron dan adrenalin cenderung meningkat ketika proses alergi itu timbul. Perubahan hormonal itu menyebabkan seseorang gampang lelah, mudah marah, cemas, panik, sakit kepala, sakit kepala sebelah, kerontokan rambut, dan banyak lagi.

Teori-teori yang menjelaskan hubungan antara alergi dengan gangguan susunan saraf pusat dan fungsi otak tadi, setidaknya memperkuat dugaan bahwa alergi – termasuk alergi makanan – memang punya peran dalam mencetuskan atau memperbesar autisme. Lantas, bagaimana mengetahui dan melakukan pencegahan dini, agar alergi makanan tak sampai menjerumuskan anak-anak ke jurang austisme?

Pintar di kelas

Sebelumnya, orangtua perlu mengetahui, makanan atau minuman apa saja yang berpotensi mengundang alergi. Makanan dan minuman itu di antaranya daging ayam, daging itik, ikan salmon/tuna, alkohol, daging domba, daging kalkun, jeruk, pisang, pir, anggur, jagung, gula, ubi, singkong, asparagus, selada, kembang kol, bayam, brokoli, teh, kopi, dan minyak zaitun. Penyebab alergi ini bersifat individual, sangat berbeda dari anak yang satu ke anak lainnya. Si Andri misalnya, alergi terhadap daging ayam, tapi si Benny belum tentu.

Selain makanan-makanan di atas, ada juga beberapa bahan yang dapat menggangu otak, yang terdapat pada makanan atau minuman. Misalnya, salisilat (mudah ditemukan pada buah, kacang, kopi, teh, bir, anggur, dan obat-obatan sejenis aspirin). Juga amino (diproduksi selama fermentasi dan pemecahan protein, ditemukan dalam keju, cokelat, anggur, tempe, serta sayur dan buah seperti pisang, alpukat, dan tomat), Atau benzoat (ditemukan dalam beberapa buah, sayur, kacang, anggur, kopi).

Penyebab alergi bisa juga datang dari bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan dan pemrosesan makanan. Contohnya aditif makanan berupa bahan pengawet, bahan pewarna, pemutih, enzim, bahan pelapis atau pengilat, pengatur pH, bahan pemisah, ragi makanan, pelarut untuk ekstraksi, dan bahan pemanis. Atau bahan tambahan semisal rempah-rempah buatan, kemasan makanan, obatan-obatan, serta bahan kimia pertanian yang sering digunakan saat membuat makanan atau minuman.

Orangtua juga perlu memahami macam-macam gejala dan gangguan alergi yang muncul pada anak. Misalnya, gerakan motorik berlebihan pada anak berusia di bawah enam bulan (mata dan kepala bayi sering menengok ke atas, tangan dan kaki bergerak berlebihan). Sedangkan untuk bayi usia di atas enam bulan, bila digendong sering minta turun dan sering membentur-benturkan kepala, bergulung-gulung dan menjatuhkan diri di kasur, serta suka memanjat.

Atau sebaliknya, anak mengalami gangguan perkembangan motorik, sehingga tidak bisa bolak balik, duduk, dan merangkak sesuai usianya. Jika berjalan sering terjatuh dan terburu-buru, sering menabrak dan jalan jinjit, serta gemar duduk pada posisi huruf “W” (posisi kaki ke belakang). Sampai umur di bawah 15 bulan, anak belum juga bisa berkata-kata, bahkan pada usia 20 bulan hanya sanggup mengucapkan 4 – 5 kata.

Gangguan tidur juga bisa menjadi pertanda. Misalnya anak suka tidur dalam posisi menungging, suka berbicara, tertawa, berteriak saat tidur, sulit tidur, sering terbangun malam, gelisah saat memulai tidur, gigi gemeretak, serta tidur mengorok. Bisa juga sangat agresif ketika tidak tidur, seperti gemar memukul kepala sendiri dan orang-orang di sekitarnya.

Anak yang mengalami alergi makanan sering juga mengalami gangguan konsentrasi. Cepat bosan dalam beraktivitas (kecuali saat menonton televisi, membaca komik, dan main game), tidak bisa belajar lama, selalu terburu-buru, tidak mau antre, tidak teliti, serta sering kehilangan barang. Nilai pelajaran di sekolah naik-turun secara drastis. Nilai pelajaran tertentu baik, tapi pelajaran lain buruk. Anak pun sulit mengerjakan pekerjaan sekolah dengan baik, plus sering mengganggu teman saat pelajaran berlangsung.

Celakanya, anak dengan gangguan perilaku itu sekilas tampak seperti anak cerdas dan pintar!

Terserah orangtua

Pengetahuan tentang makanan dan minuman pemicu alergi, berikut gangguan perilaku yang ditimbulkannya, penting diketahui orangtua. Namun setelah itu, lebih penting lagi mengetahui secara pasti, makanan atau minuman jenis apa yang menjadi pemicu alergi anak. Tak gampang memang karena menyimpulkan anak mengalami alergi terhadap makanan tertentu tidak dapat diputuskan hanya dengan melakukan tes kulit atau tes alergi lainnya. Pemeriksaan-pemeriksaan itu memiliki sejumlah keterbatasan.

Diagnosis pasti adanya alergi makanan baru dapat dipastikan setelah dilakukan uji alergi dengan menggunakan metode yang biasa disebut Double Blind Placebo Control Food Challenge (DBPCFC), dengan cara mengeliminasi provokasi makanan penyebab alergi pada anak. Pendiagnosisan cara ini harus dilakukan oleh ahlinya, dengan bantuan orangtua si anak tentunya.

Jika pemicu alergi telah diketahui, penanganan terbaik untuk anak hanyalah dengan menghindari makanan atau minuman itu. Pemberian obat-obatan antialergi dalam jangka panjang tidak dianjurkan karena merupakan bukti kegagalan dalam mengidentifikasi penyebab alergi. Dengan mengenali secara cermat gejala alergi dan mengidentifikasi secara tepat penyebabnya, alergi dan gangguan autisme dapat dikurangi.

Itu sebabnya, sangat penting melakukan deteksi dini terhadap gejala alergi dan gangguan perkembangan dan perilaku anak. Bila jauh-jauh hari diketahui, pengaruh alergi terhadap fungsi otak yang berujung pada autisme dapat dicegah, atau paling tidak diminimalkan. Meskipun tidak bisa hilang sepenuhnya, alergi makanan biasanya akan membaik pada usia tertentu. Setelah usia dua tahun, imaturitas saluran cerna akan membaik, sehingga gangguan saluran cerna karena alergi makanan ikut berkurang.

Bila gangguan cerna membaik, logikanya gangguan perilaku pun akan berkurang. Selanjutnya, pada usia di atas 5 – 7 tahun, alergi makanan terus berkurang secara bertahap, sehingga gangguan autisme ikut berkurang secara bertahap. Meskipun alergi makanan tertentu biasanya akan menetap sampai dewasa, seperti alergi terhadap udang, kepiting, atau kacang tanah.

Sebaliknya, jika orangtua tak mengenali gangguan alergi itu sejak dini alias ketelanjuran, penanganannya harus dilakukan secara holistik, melibatkan beragam disiplin ilmu, seperti bidang alergi anak, neurologi anak, psikiater anak, tumbuh kembang anak, endokrinologi anak, dan gastroenterologi anak. Jelas, jauh lebih merepotkan dan tentu saja, lebih banyak makan biaya.

Apa Sebenarnya Autisme Itu?

Banyak pertanyaan merebak seputar autisme, pun termasuk pertanyaan mendasar apa saja gejala autisme? Karena banyak orangtua yang belum mengetahui panyakit otak tersebut, bahkan tak sedikit pula yang salah mengartikan perilaku hiperaktif dengan autisme.

Gangguan autisme merupakan suatu jenis gangguan perkembangan pervasif pada anak. Untuk menegakkan diagnosa gangguan autisme ini tidaklah memerlukan suatu pemeriksaan yang canggih-canggih seperti MRI, brain mapping atau CT scan, kecuali ada indikasi lain yang bermakna.

Oleh karena akhir-akhir ini gangguan autisme sering dikaitkan dengan keracunan logam berat dan pertumbuhan jamur yang pesat di usus, maka beberapa pemeriksaan yang berkaitan dengan hal tersebut sering dilakukan (dengan catatan sesuai indikasi yang berlaku).

Untuk menegakkan diagnosis gangguan autisme biasanya didasarkan dari gejala gejala klinis yang tampak dan jelas menunjukkan pola penyimpangan dari perkembangan normal anak seusianya. Kriteria yang digunakan pada saat ini adalah dari pedoman kriteria diagnosis berdasarkan DSM-IV (Diagnostic & Statistic Manual of Mental Disorder IV) atau ICD-10 (International Classification of Disease 10).

Sedikit kriteria diagnostik gangguan autisme berdasarkan DSM IV, untuk memastikan bahwa anak Anda autis atau bukan, perhatikan beberapa gejala yang dapat dipelajari.

Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Termasuk gejala, tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai, kontak mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, serta gerak-gerik yang kurang tertuju.

Gejala lain yang termasuk interaksi sosial, jika anak tidak bisa bermain dengan teman sebaya (sesuai dengan usia anak), sehingga tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain, akibat kurangnya hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.

Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, seperti bicara terlambat atau bahkan sama sekali tidak berkembang (tak ada usaha untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara), bila bisa bicara, bicaranya tidak dipakai untuk komunikasi, sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang, serta cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.

Ada suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat dan kegiatan. Misalnya mempertahankan satu minat atau lebih, dengan cara yang sangat khas dan berlebih-lebihan, terpaku pada satu kegiatan ritualistik atau rutinitas yang tak ada gunanya. Serta ada gerakan-gerakan yang aneh yang khas dan diulang-ulang dan seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian benda.

Gejala-gejala di atas timbul sebelum usia 3 tahun dan adanya keterlambatan atau gangguan dalam bidang interaksi sosial, yaitu hubungan mereka dengan lingkungan (termasuk bermain dengan teman sebaya atau tetangga). Cara bicara atau berbahasa, bagaimana mereka mencoba berkomunikasi dengan orang lain. Dan cara bermain baik simbolik atau imajinatif, dengan terlalu sibuk dalam dunia mereka pribadi, sehingga acuh terhadap kehadiran orang lain.

Tidak disebabkan oleh sindroma RCH atau gangguan disintegrasi masa kanak. Dengan mempelajari gejala-gejala tersebut di atas maka orang tua dapat menduga serta memperkirakan sendiri apakah anak Anda termasuk anak dengan autisme atau bukan.

Autism Disorder

Autisme (autism) merupakan gangguan pada sistem syaraf pusat yang berdampak pada gangguan interaksi sosial, gangguan komunikasi verbal- nonverbal dan perilaku tertentu yang cenderung terbatas, mengulang dan tidak mempunyai ketertarikan terhadap hal lainnya (baru).


Autisme mempunyai banyak gejala lainnya yang menyertai gangguan tersebut seperti permasalahan penggunaan bahasa, menjalin hubungan dan memiliki interpretasi yang berbeda dalam merespon lingkungan sekitarnya.


Autisme diartikan sebagai gangguan syaraf mental di awal perkembangan masa kanak-kanak, meskipun kadang diagnosa autisme itu sendiri tidak terdeteksi ketika sejak masa prasekolah atau masa sekolah. Gejala autisme kemungkinannya telah muncul ketika usia anak mencapai 12-18 bulan. Perilaku karakteristik autisme sendiri mudah terdeteksi pada usia 3 tahun, misalnya dengan mengetahui keterlambatan dalam berbicara atau penguasaan kosa kata pada masa prasekolah.


Keterlambatan anak menguasai bahasa sampai usia 5 tahun menjelang sekolah merupakan permasalahan yang sering terjadi pada anak-anak autisme, gejala-gejala yang tampak pada autisme dapat terlihat secara jelas pada usia 4-5 tahun ketika anak mengalami permasalahan dalam berinteraksi sosial dengan usia sebayanya. Permasalahan tersebut akan terus berlanjut pada fase perkembangan selanjutnya, bahkan seumur hidupnya.


American Psychiatric Association (APA) mengklasifikasikan Autisme dalam gangguan perkembangan pervasif (pervasive development disorders; PDD) bersama dengan beberapa gangguan lain; sindrom Asperger, gangguan disintegratif pada anak, gangguan Rett, dan gangguan perkembangan pervasif yang tidak terdefinisikan. Kesemua gangguan tersebut merupakan gangguan yang berhubungan dengan permasalahan komunikasi, sosial interaksi, perilaku terbatas, mengulang. Gangguan-gangguan tersebut kadang disebut sebagai gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorders; ASDs).


Disebut sebagai gangguan spektrum autisme karena beberapa gejala umum mempunyai kemiripan, meskipun gangguan tersebut berbeda antara setiap orang, namun gangguan tersebut pada area yang sama; sosialisasi, komunikasi dan perilaku. Kecuali pada sindrom Asperger, anak tidak memiliki hambatan dalam berkomunikasi.


Individu dengan gangguan autisme ringan dapat belajar untuk mandiri, namun beberapa diantara penderita autisme harus secara terus-menerus mendapatkan perawatan selama hidupnya. Sejauh ini belum ditemukan obat yang efektif untuk menyembuhkan gangguan autisme secara total.


Faktor penyebab


Penyebab utama gangguan ASDs ini tidak diketahui secara pasti, dugaan utama adanya gangguan pada sistem syaraf yang kompleks, beberapa penelitian lainnya menduga adanya faktor genetika.


1) Genetika
Diduga tidak hanya satu gen saja yang memungkinkan kemunculan gangguan autisme, hasil riset menduga adanya beberapa jenis gen yang berbeda atau kombinasi diantaranya yang memungkinkan resiko terkena autisme. Bila dalam satu keluarga mempunyai 1 anak menderita autisme maka prevalensi mempunyai anak autisme sebesar 3-8%, sementara pada kembar monozigot sebesar 30%.


2) Kondisi medis tertentu
Beberapa anak mempunyai riwayat kondisi medis yang berhubungan dengan autisme seperti;

- gangguan metabolisme seperti phenylketonuria (PKU)
- infeksi bawaan seperti rubella, cytomegalovirus (CMV) , toksoplasmosis
- kelainan genetika seperti X-sindrome , tuberous sclerosis
- Kelainan perkembangan otak seperti; microcephaly, macrocephaly, cerebral dysgenesis, cerebral palsy.
- Gangguan neurologi pasca melahirkan seperti encephalopathy, meningitis
- Lain-lain seperti epilepsi.

Catatan; kondisi medis diatas bukanlah sebagai penyebab autisme, beberapa pasien dengan kondisi medis diatas kadang juga tidak memiliki gejala autisme.

3) Kombinasi antara faktor lingkungan dan genetika


Simtom


1) Gangguan sosial


• Kesulitan dalam mengenal pelbagai perilaku nonverbal seperti kontak mata, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan gerak isyarat dalam hubungan sosial.
• Gagal dalam mengembangkan hubungan sosial dan menjalin hubungan dengan orang lain ke tingkat yang lebih mendalam (akrab)
• Tidak spontan dalam menikmati, ketertarikan atau perilaku lawan bermain, orang lain atau objek lain.
• Kurang mampu bersosialisasi dan tidak mampu menunjukkan hubungan timbal balik emosi


Gangguan sosial merupakan salah satu permasalahan utama pada autisme dan ASDs. Gangguan ASDs bukanlah semata kesulitan dalam berinteraksi sosial seperti rasa malu berlebihan. Permasalahan ini merupakan hal serius sepanjang hidupnya, problem sosial sering menjadi kombinasi dengan beberapa gangguan lainnya seperti kemampuan berkomunikasi dan perilaku apatis ketidaktertarikan dengan kehidupan sekelilingnya.


Pada umumnya bayi akan tertarik dengan lingkungan sekitarnya dan merespon positif dengan tersenyum kepada orang lain, menggigit jari (fase oral) atau mengerti lambaian tertentu kepadanya. Pada bayi autisme kesulitan dan membutuhkan waktu cukup lama untuk berinteraksi dengan orang lain.


Anak autis tidak melakukan interaksi seperti yang dilakukan anak lain, mereka tidak mempunyai ketertarikan dengan orang lain, meskipun beberapa diantaranya tetap berteman dan bermain bersama. Mereka menghindari kontak mata bahkan cenderung untuk menyendiri. Anak autisme juga kesulitan untuk belajar aturan-aturan permainan yang dibuat oleh kelompok bermainnya, sehingga kadang teman-teman memilih untuk tidak mengajaknya bermain bersama.


Anak autisme juga mempunyai problem mengenai ekspresi, anak autis akan kesulitan untuk mengerti perasaan orang lain dan kesulitan untuk memahami perasaan yang diucapkan oleh orang lain. Mereka juga sangat sensitif untuk disentuh atau bahkan tidak menyukai orang lain bercanda dengannya. Anak autisme juga tidak merasa nyaman dan menjauhi orang lain yang membuatnya merasa malu.

Penderita autisme dewasa kesulitan dalam beradaptasi dengan pekerjaannya dan permasalahan intelektual akan berkaitan dengan kemunculan kecemasan dan depresi yang akan memperburuk kondisinya. Sikap polos penderita autis dewasa kadang juga dapat dimanfaatkan oleh orang lain untuk mengambil keuntungan


2) Gangguan komunikasi


• Tidak mampu sama sekali atau terlambat dalam perkembangan berbahasa (kecuali adanya hambatan lain yang harus menggunakan bahasa isyarat atau mimik)
• Kesulitan dalam berbicara atau kesulitan untuk mengerti pembicaraan orang lain
• Suka mengulang suatu kata atau idiom tertentu
• Tidak variatif, tidak spontan dan kesulitan untuk mengerti atau bermain pura-pura


Sangat sedikit gangguan ASDs mampu berbahasa verbal dengan baik, beberapa diantaranya justru tidak berkemampuan untuk berbahasa atau mempunyai keterbatasan dan sedikit ketertarikan untuk berkomunikasi. Sekitar 40% anak dengan gangguan ASDs tidak mampu berbicara samasekali dan sekitar 25%-30% balita autisme hanya menguasai beberapa kata saja saat berusia 12-18 bulan yang kemudian kemampuan tersebut menghilang begitu saja. Selebihnya kemampuan tersebut dicapai dimasa anak-anak


Dalam berbicara individu dengan ASDs kurang mampu dalam mengkombinasikan beberapa kata dalam satu kalimat, sehingga mereka cenderung hanya menggunakan satu kata atau beberapa kata saja. Beberapa diantaranya juga acap mengulang kata-kata sama berulang-ulang atau mengulang kembali pertanyaan yang diajukan sebagai jawaban. Kondisi ini disebut dengan echolalia.


Anak dengan ASDs sulit mengerti perintah isyarat, bahasa tubuh, atau suara tertentu. Misalnya saja, sulit mengerti arti lambaian tangan atau ekspresi wajah. Beberapa kasus anak autisme kadang tidak cocok dalam mengekspresikan emosi dengan perkataan, misalnya saja ia mengatakan bahwa dirinya dalam kesedihan akan tetapi ia tersenyum.


Anak autsme sulit diajak bercanda atau berpura-pura, kadang ia tidak merespon samasekali dengan permainan, misalnya balita autis tidak merespon permainan “ciluk ba“. Anak normal berbalik arah memeluk ibunya ketika diajak bermain “ciluk ba”.

3. Kecenderungan untuk mengulang perilaku tertentu, tidak tertarik, atau perilaku terbatas pada aktivitas.


• Mencakup satu atau beberapa perilaku tertentu berupa ketertarikan luar biasa (abnormal) pada sesuatu yang sangat menarik perhatiannya.
• Tidak fleksibel, tidak mampu melakukan hal-hal rutinitas
• Mempunyai perilaku stereotip tertentu, atau tingkah laku (gaya) tertentu dan mengulang
• Tidak bosan dan secara tetap terikat atau larut dengan objek tertentu.


Anak dengan gangguan ASDs akan menghabiskan waktu begitu lama bila sedang bermain atau larut dengan mainannya. Bila mainan itu dapat bergerak dengan sendirinya maka ia tidak akan melepaskan pandangannya dengan tidak berkedip dan bila mainan itu berhenti tatapannya tidak berubah barulah agak lama kemudian ia akan mencobanya lagi.


Individu dengan gangguan ASDs mampu melakukan hal-hal yang rutin ia lakukan sehari-harinya. Perubahan pola keteraturan dapat membuatnya bingung dan frustrasi, misalnya saja ia akan melalui jalan yang sama setiap harinya, bila jalan tersebut ditutup, hal itu akan membuatnya frustrasi.


Beberapa ASDs kadang sering melakukan hal yang sama secara terus-menerus meskipun sebenarnya perbuatan tidak perlu dan tidak berguna baginya. Misalnya saja ia melihat semua jendela rumah yang terbuka ketika melewati jalan, menonton film yang pernah ia tonton sebelumnyalebih dari dua kali.


Test


Saat ini belum ada alat secara medis untuk mendeteksi ASDs. Tenaga profesional menggunakan gejala-gajala yang ada dari perilaku yang tampak. Secara umum gejala-gejala tersebut mulai terdeteksi sejak usia bayi beberapa bulan yang berlanjut pada kemunculan pada usia 3 tahun


Langkah diagnosis untuk gangguan ASDs dilakukan dengan melihat masa perkembangan awal dan survei dokter selama dilakukan kunjungan. Langkah tersebut biasanya dilakukan dokter dengan cara men-check list pelbagai pertanyaan untuk mengindentifikasi beberapa gangguan perkembangan pada usia 9 bulan, 18 bulan dan 24-30 bulan (dapat diisi oleh orangtua) bila ditangani terlebih awal maka dokter akan memberikan beberapa test kemampuan yang disesuaikan dengan usia perkembangan diatas.


ASDs merupakan gangguan yang kompleks, untuk melakukan screening secara tepat biasanya dilakukan evaluasi yang komperehensif, seperti test secara fisik, neurobiology, atau bahkan test genetik.
Beberapa test diagnostik yang dapat digunakan untuk mendiagnosa gangguan autisme;
1) Autism Diagnosis Interview–Revised (ADI–R)
2) Autism Diagnostic Observation Schedule-Generic (ADOS–G)
3) Childhood Autism Rating Scale (CARS)
4) The Gilliam Autism Rating Scale (GARS)
5) Autism Spectrum Screening Questionnaire (ASSQ)

Treatment


Tidak ada standar khusus untuk treatmen pada anak autis, tenaga professional menggunakan beberapa standar yang berbeda-beda dalam menangani pasien gangguan autisme. Karenanya orangtua yang memiliki anak autisme dapat memilih tenaga profesional berpengalaman dari pelbagai informasi yang ada dan dianggap dapat membantu anak-anak autisme secara lebih baik. Lakukanlah diskusi dengan tenaga profesional dalam mengambil beberapa tindakan yang diperlukan.


Beberapa hal yang perlu diperhatikan orangtua;

a. Lihatlah reputasi tenaga profesional tersebut yang berpengalaman
b. Keputusan yang diambil haruslah berdasarkan pada petujuk-petunjuk yang tersusun secara rinci yang merupakan hasil diskusi antara orangtua dan tenaga professional yang terlibat didalamnya.
c. Hal-hal yang dilakukan dalam pemberian treatment haruslah mempunyai alasan yang jelas, maksud dan manfaat dari tindakan yang diperlukan
d. Tidak ada standar obat medis yang direkomendasikan secara khusus dalam treatmen yang diberikan, bahkan tidak ada obat yang dapat menyembuhkan gangguan autisme, oleh karenanya treatmen yang diberikan dapat berbeda-beda tiap individu dengan gangguan autisme atau ASDs lainnya.
e. Orangtua haruslah berperan dalam pemberian treatmen dengan pengetahuan yang cukup mengenai gangguan ini dan dapat melihat perubaha-perubahan yang terjadi pada anak selama pemberian treatmen apakah sesuai dengan karakter anak atau tidak.
f. Lihat perubahan perkembangan anak selama pemberian treatmen, biasanya anak autisme mengalami perubahan-perubahan yang berarti selama treatmen yang dilakukan
Treatmen pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa memberikan pelatihan khusus dan manajemen perilaku, treatmen dilakukan dalam jangka yang panjang dan dialkukan secara intensif. Dokter juga akan memberikan obat-obatan yang dapat mendukug treatmen tersebut.


Treatmen pada anak dengan gangguan autisme dapat berupa memberikan pelatihan khusus dan manajemen perilaku, treatmen dilakukan dalam jangka yang panjang dan dialkukan secara intensif. Dokter juga akan memberikan obat-obatan yang dapat mendukug treatmen tersebut.

Obat-obatan


Medikasi sebenarnya tidak diperlukan bagi penderita autisme, kecuali bila disertai dengan adanya gangguan syaraf lainnya. Medikasi diberikan untuk membantu autis mengontrol beberapa perilaku seperti hiperaktif, impulsif, konsentrasi atau kecemasan. Hal yang perlu diingat bahwa pemberian obat-obatan tersebut kadang tidak cocok dengan tiap individu dan pemberian obat dalam waktu yang relatif lama juga memberikan pengaruh yang tidak baik bagi anak-anak autis.


Obat antipsikotik; pemberian jenis obat-obatan ini untuk mengurangi dari beberapa perilaku seperti hiperaktif, perilaku menyendiri, pengulang perilaku atau perilaku agresif. Jenis obat ini dapat berupa risperidone (Risperdal), olanzapine (Zyprexa), dan quetiapine (Seroquel)


Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs); adalah jenis obat antidepressants yang sering digunakan untuk penderita depresi, obsessive-compulsive disorder, atau gangguan kecemasan. Jenis obat ini dapat mengurang perilaku seperti agresif, pengulangan perilaku, marah, dsb. Jenis obat ini berupa fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline (Zoloft), dan paroxetine (Paxil). Antidepressant lainnya; Clomipramine (Anafranil), Mirtazapine (Remeron), amitriptyline (Elavil) dan bupropion (Wellbutrin).


Obat stimulant; Jenis obat ini dapat meningkatkan kemampuan konsentrasi dan mengurangi perilaku impulsif dan hiperaktif. Jenis obat ini berupa methylphenidate (Ritalin) dan amphetamines (Adderall, Dexedrine).


Jenis obat lainnya; Alpha-2 adrenergic agonists (clonidine) diberikan untuk mengurangi perilaku hiperaktif.
Pemberian obat-obatan tersebut haruslah melalui pengawasan dokter secara ketat, pemberian jangka panjang akan memberikan efek yang tidak baik bagi anak autis.


Hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian obat-obatan;
- Menimbulkan rasa mengantuk (sedasi)
- Ketergantungan pada obat
- Beberapa jenis obat dapat bereaksi dengan makanan, perlu kontrol dan konsultasi dokter mengenai penggunaan obat-obatan tersebut
- Obat-obatan tersebut harus diberikan oleh tenaga medis profesional yang berpengalaman dalam menangani anak-anak autis.


Beberapa jenis suplemen, vitamin, mineral; vitamin B, magnesium, minyak ikan, dan vitamin C dilaporkan dapat memberikan pengaruh positif bagi anak autis dan ASDs lainnya.

Kunci Keberhasilan Penyembuhan Autisime

AUTISME masa kanak sebenarnya bukan penyakit baru di dunia. Penyakit ini, yang lebih tepat disebut gangguan perkembangan pervasif, sudah ditemukan sejak 1943. Hanya saja belum banyak masyarakat awam, bahkan dokter, yang mengetahuinya karena orangtua atau dokter mengira anak hanya mengalami keterlambatan perkembangan (terutama berbicara) sementara saja. Anggapan itu tentu saja membuat autisme yang diderita anak semakin parah. Literatur menyatakan, 75 persen anak autisme yang tidak tertangani, akhirnya menjadi tunagrahita. Saat ini jumlah penyandang autisme terus meningkat. Diperkirakan, jumlah penyandang autisme 15 - 20 per 10.000,- kelahiran . Jadi dari kelahiran 4,6 juta bayi tiap tahun di Indonesia, 9.200 dari mereka mungkin menyandang autisme.

Autisme infantil atau autisme masa kanak adalah gangguan perkembangan yang muncul pertama kali pada anak-anak berusia enam bulan hingga tiga tahun. Seorang anak autistik tidak mampu mengadakan interaksi sosial, dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Ciri yang sangat menonjol dari penderita autisme adalah tidak adanya atau sangat kurangnya kontak mata dengan orang lain. Penyandang autisme bersikap acuh tak acuh bila diajak bicara atau bergurau. la seakan-akan menolak semua usaha interaksi dari orang lain, termasuk dari ibunya. la lebih suka dibiarkan main sendiri dan melakukan sebuah perbuatan yang tidak lazirn secara berulang - ulang. Sebagian kecil penyandang autisme berhasil berkembang normal, namun sebelum mencapai umur tiga tahun perkembangannya terhenti, kemudian timbul kemunduran dan mulai tampak gejala-gejala autisme. Hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab gangguan autisme. Eric Courchesne dari Universitas California San Diego menemukan, sebagian besar penyandang autisme mempunyai otak kecil yang lebih kecil dibandingkan ukuran normal (hipoplasia cerebellum). Pengecilan otak kecil ini terjadi pada masa janin. Selain berfungsi sebagai pengatur keseimbangan, otak kecil juga berperan dalam proses sensorik, berpikir, daya ingat, belajar bahasa, dan juga perhatian (konsentrasi). Hasil otopsi penyandang autisme yang dilakukan para ahli menunjukkan adanya keganjilan pada sistem limbic (pusat emosi di otak), dan kurangnya jumlah sel pada lobus parietalis di otak. Akibarnya, terjadi kekacauan sistem di otak.

Penanganan Austisme
Menurut phisikiater anak-baik yang tergabung dalam Yayasan Autisme Indonesia yang berkedudukan di Jakarta maupun ahli psikiater anak di RSUD dr. Soetomo Surabaya-autisme dapat dikurangi kelemahannya. "Walaupun tidak bisa disembuhkan 100 persen, tetapi penyandang autisme dapat dilatih melalui terapi, sehingga ia bisa tumbuh normal seperti anak sehat lainnya," kata Dr. Rudy Sutadi, Wakil Ketua Yayasan Autisma Indonesia. Bila sudah mendapatkan terapi penyandang autisme dapat bersekolah di sekolah biasa. Bahkan, menurut Rudy, ada penyandang autisme di Amerika yang bisa meraih gelar Ph.D. Di Indonesia penyandang autisme sudah ada yang bersekolah di SMU biasa. Walau mereka telah diterapi sehingga bisa bersekolah di sekolah umum, kadangkala ciri autismenya masih muncul, seperti mengoleksi benda yang tak lazirn, atau agak pendiam. Menurut para psikiater, kunci keberhasilan penyembuhan autisme adalah orangtua dan terapi tata laksana perilaku. Dyah Puspita, seorang ibu yang mempunyai putra tunggal penyandang autisme juga mengakui bahwa keberhasilan proses penyembuhan autisme sangat bergantung pada orangtua dan terapi tata laksana perilaku. "Tidak cukup dan tidak akan berhasil bila kita hanya bergantung pada ahli terapi saja.
Orangtua juga harus terjun. Kalau bisa 24 jam sehari. Kalau ahli terapi waktunya sangat terbatas. Anak harus dilatih terus- menerus. Kedengarannya keji. Tetapi, ya harus begitu itu," kata Dyah membagi pengalamannya. Apa saja terapinya? Terapi yang dijalani anak harus terdiri dari terapi medikamentosa (pemberian obat), terapi wicara, terapi okupasi (motorik), terapi perilaku, dan pendidikan khusus (satu guru satu murid). Menurut Dyah, metode terapi yang paling efektif untuk anak autisme adalah terapi dengan metode Lovaas. Metode Lovaas ini pula yang menuntut ikut sertanya orangtua dalam melatih anak. Keikutsertaan orangtua menangani anak dapat menjalin ikatan batin yang kuat antara si anak dengan orangtua. Bila sudah ada ikatan batin anak akan semakin mudah mempelajari sesuatu.

Dyah mengakui, semula ia tidak begitu percaya pada metode Lovaas. la beranggapan bahwa metode ini sangat rumit, mahal, anak hanya menjalankan perintah (seperti robot), dan perlakuan terhadap anak serupa dengan melatih lumba-lumba. Narnun ketika ia mempraktikkan metode ini dalam waktu 10 menit putranya dapat menguasai tiga keterampilan baru (mengacungkan jempol, menunjuk, melipat koran). Metode Lovaas diperkenalkan pertama kali oleh lvar Lovaas Ph.D. Inti dari metode Lovaas ini sebenarnya bersumber pada modifikasi perilaku (behavior modification) dan operant conditioning. Metode Lovaas ini hams diajarkan dengan disiplin, konsisten, dan rutin. Idealnya metode Lovaas diberikan pada anak usia 2-5 tahun, dengan latihan sekurangnya 40 jam seminggu. Prinsip dasar metode Lovaas adalah mengurangi perilaku yang buruk atau berlebihan dengan cara memberikan feedback negatif (bisa dengan kata "tidak", raut wajah kecewa, gelengan kepala, dll). Sementara terhadap perilaku yang baik diberikan feedback positif, seperti kata "bagus", hadiah, tepuk tangan, peluk cium, atau kata pujian lain. Pada akhirnya perilaku yang baik akan menggantikan perbendaharaan perilaku yang kurang pantas. Tata laksana perilaku menurut metode Lovaas adalah orangtua atau terapis memberikan instruksi kepada anak. Bila anak langsung bisa mengerjakan instruksi itu dia diberi imbalan. Jika tidak, ulangi kembali instruksi itu. Bila sampai tiga kali anak masib belum bisa juga, orangtua/terapis harus memberikan bantuan. Misalnya, mengarahkan wajahnya bila dipanggil. Begitu terus diulangi hingga anak mengerti bila dipanggil dia harus melihat yang memanggil.


Tata laksana perilaku mempunyai teknik memecah perilaku atau aktivitas yang kompleks menjadi bagian yang kecil-kecil. Bagian yang kecil-kecil ini diajarkan sendiri-sendiri secara sistematik, terstruktur, dan terukur. Untuk instruksi kompleks seperti, "Ambilkan baju cokelat di atas meja, lalu lipat dengan baik, dan simpan di lemari," tentu tidak mungkin dikerjakan anak. Apalagi bila ia belum menguasai konsep "ambil", "lipat", dan "simpan". Selain itu, anak belum mengetahui konsep baju atau warna. Para orangtua dan terapis harus meng~jarkan satu per satu pengetahuan itu, lalu digabungkan dalam rangkaian kecil-kecil. Selanjutnya rangkaian-rangkaian kecil ini digabungkan menjadi satu kesatuan yang kompleks. Cara pengajarannya antara orangtua dan terapis harus sama. Ini untuk membantu anak lebih mudah mempelajarinya. Pengajaran aktivitas baru dimulai dengan system satu guru satu murid dalam satu ruangan yang bebas distraksi (pengalib perhatian). Pengajaran dilakukan berulang-ulang sampai anak berespons sendiri tanpa bantuan {frompi). Baik di rumah maupun di tempat terapi orangtua/terapis harus pula menyediakan gambar- gambar atau alat bantu lain yang memudahkan anak belajar. Seperti untuk mengenalkan buah jeruk, orangtua harus menyediakan buah jeruk dan gambar jeruk. Ini juga membantu anak mengenal benda dengan dimensi yang berbeda.




Secara bertahap anak dibawa ke kelompok kecil, lalu ke kelompok besar. Anak dicoba dimasukkan ke sekolah umum. Di kelas mulanya anak didampingi oleh orang tua/terapis {shadow), yang tugasnya menjembatani instruksi dari guru ke anak, dan juga membantu respons anak. Shadow mula-mula lekat dengan anak, secara bertahap jarak semakin diperbesar bersamaan dengan semakin kurangnya intensitas dan frekuensi prompt. Setiap hari orangtua harus melakukan evaluasi terhadap apa yang telah dicapai anak, sampai detail terkecil. Target perilaku yang bisa dicapai anak harus ditetapkan secara realistis dan sesuai dengan kemampuan anak. Jangan menargetkan terlalu tinggi, karena akhirnya akan membuat anak frustrasi dan kecil hati. Bila anak berhasil melakukan sesuatu tentu orangtua dan terapis akan semakin termotivasi mengajarkan sesuatu yang lebih baru lagi. Anak pun menjadi lebih senang beraktivitas, dan otomatis perilaku yang aneh semakin berkurang, meski belum sepenuhnya menghilang. Selamat mencoba!